Mahalnya sebuah Pengharapan

Sebuah peneguhanku terhadap seorang pasien.
Sobat,
Kutuliskan sepucuk surat ini untuk menyatakan betapa aku menyayangi dan mengasihimu. Aku kagum akan keteguhanmu dalam menyikapi setiap peristiwa yang menimpamu. Ketika engkau mengalami suka, gembira, bahagia; engkau tidak begitu saja larut dalam kegembiraan itu. Engkau mampu menimbang, menempatkan diri serta mengambil sikap yang sesuai dengan situasi hati dan juga situasi aktual di sekitarmu, seakan tak tergoreskan sedikit tanda bahwa engkau sampai lupa diri. Dalam situasi suka, ternyata engkau mampu mengingat mereka yang sedang menderita, lapar, terlantar maupun terbelenggu oleh kejamnya kemiskinan.
Di sisi lain, ketika engkau mengalami duka, sakit atau derita; engkau juga tidak mudah jatuh dalam lembah duka yang sering kali orang berserah diri-pasif, merasa tiada berdaya apa-apa. Engkau ternyata memiliki keteguhan hati dan harapan yang besar dalam hidup ini. Engkau tetap berusaha untuk bangkit dari deritamu itu.
Kemarin ketika aku melawatmu, engkau tergolek lemah di atas tempat tidurmu yang tua itu. Tetapi aku penasaran. Dalam hati, aku bertanya-tanya sungguhkah engkau sakit? Ataukah itu hanya pura-pura? Aku betul-betul tidak mengerti mengapa raut wajahmu tampak berseri, seolah-olah tak kutemukan gejala biologis yang menyatakan bahwa engkau sedang sakit. Padahal aku sudah begitu hafal bagaimana keadaan fisik seorang yang sedang sakit. Ada yang mukanya tampak pasi, dengan bibir yang kering dan mata yang sayu; ada pula yang dingin seluruh tubuhnya, lemah tak berdaya dan masih banyak lagi.
Pengalaman sakit atau derita merupakan bagian yang tak terhindarkan dari sejarah kemanusiaan selama ini. Oleh karena itu sebagai umat manusia memang kita ditantang untuk dapat mengambil sikap terhadap fenomen tersebut dan juga dapat atau mampu mengambil maknanya. Engkau ternyata mampu menyadari bahwa pengalaman sakit atau derita itu merupakan pengalaman yang tidak mengenakkan, sulit dihindarkan dan pasti pernah dialami oleh siapapun. Pengalaman sakit dan derita yang selama ini sering membawa sekian banyak orang ke dalam pergulatan yang sulit dengan Allah, namun kini dapat membawa engkau ke dalam suatu pengalaman yang begitu bernilai bersama dengan Allah.
Seperti Bartimeus yang berseru-seru “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku! Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10,47-48) engkaupun memiliki pengharapan yang begitu besar bahwa engkau dikasihi oleh Allah. Sehingga engkau dapat membuktikan bagaimana tantangan itu harus dihadapi. Kini aku semakin mengerti bahwa dengan disposisimu yang penuh pengharapan Allah yang selalu mencintai memampukan engkau menggapai keutuhan pribadimu. Yakinlah bahwa Allah selalu mendengar seruan doa yang kau ucapkan dengan tak jemu-jemu itu. Dia sangat peka akan orang yang selalu mengandalkan dan bersandar kepadaNya. Oleh karena itu, tak sia-sialah apa yang engkau serukan kepada Nya.
Sobat,
Aku salut padamu. Sebab meskipun dalam derita ternyata engkau juga mampu memancarkan setulus kasih dan harapan kepada orang-orang di sekitarmu. Penderitaan sakit yang kaualami sebagai pengalaman solidaritas komunal ternyata mampu membuka cakrawala baru bagi keluarga atau orang-orang yang mendampingimu. Suatu fenomen yang selama ini terjadi bahwa orang-orang yang mendampingi si sakit harus bergulat lebih berat dari pada si sakit, ternyata dapat kauputarbalikkan. Mereka tampaknya tak seduka seperti pada umumnya orang, yang harus ‘was-was’ akan kondisi si sakit maupun akan biaya yang harus dikeluarkannya. Mereka dapat setia dan penuh pengharapan -kepada kehendak Sang Kuasa- mendampingi pergulatan yang kau derita. Engkau mampu menciptakan ‘iklim’ bagi mereka dengan situasi yang mau mengerti dan bukan kekhawatiran yang bermacam-macam alasannya.
Kini, akhirnya rasa penasaranku tak sengaja engkau jawab. Saat itu sebelum engkau ‘bobok’ malam, engkau ‘curhat’ padaku tentang perjalanan hidupmu. Sebagai sahabatmu, aku mendengarkannya dengan setia. Serangkai kata yang selalu kuingat dan kuingat adalah “Aku percaya bahwa Tuhan mencintaiku.” Kata-kata itu langsung menusuk kedalaman hatiku “Betapa besar pengharapanmu akan kasih Allah.” Aku diingatkan oleh sabda Yesus yang meneguhkan pengharapan penjahat yang turut disalibkan bersama Dia. “Yesus, ingatlah akan aku, apabila engkau datang sebagai raja.” Lalu Yesus menimpalinya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus” (Luk 23,42-43).
Bertolak dari ‘kesaksian deritamu’ aku semakin mengerti betapa mahalnya sebuah pengharapan itu. Aku bersyukur dapat menimba pelajaran berharga bersamamu yang sekaligus menyadarkan aku, bahwa status ‘keterciptaan’ kita –engkau dan aku- tidaklah sempurna-total seperti Sang Pencipta. Kita adalah rapuh dan selayaknya-senantiasa bergantung pada Dia, Sang Ilahi. Kita harus mengakui bahwa sakit merupakan fakta hidup yang tak dapat terelakkan oleh manusia sebagai yang tercipta. Kini kita dapat menarik sebuah ‘benang merah’ bahwa hanya harapan-lah yang mampu mengubah derita sakit yang selalu dihindari oleh sekian banyak orang di dunia ini, menjadi sebuah peristiwa yang bermakna.
Semoga lekas sembuh, sobatku.
*) Sebuah menunjuk: betapa pentingnya

Asertif

Asertif merupakan suatu sikap dan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain, dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Seseorang dikatakan asertif hanya jika dirinya mampu bersikap tulus dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran dan pAkungannya pada pihak lain sehingga tidak merugikan atau mengancam integritas pihak lain.

Asertif berbeda dengan agresif. Agresif merupakan ekspresi yang dikemukakan danterkesan melecehkan, menghina, menyakiti, merendahkan dan bahkan menguasai pihak lain sehingga tidak ada rasa saling menghargai dalam interaksi atau komunikasi tersebut. Sikap atau pun perilaku agresif cenderung akan merugikan pihak lain karena seringkali bentuknya seperti mempersalahkan, mempermalukan, menyerang (secara verbal atau pun fisik), marah-marah, menuntut, mengancam, sarkase (misalnya kritikan dan komentar yang tidak enak didengar), sindiran ataupun sengaja menyebarkan gosip.Seseorang dikatakan bersikap tidak asertif, jika ia gagal mengekspresikan perasaan, pikiran dan pAkungan/keyakinannya; atau jika orang tersebut mengekspresikannya sedemikian rupa hingga orang lain malah memberikan respon yang tidak dikehendaki atau negatif.

Ketika Orang Enggan Bersikap Asertif
Mengapa orang enggan bersikap asertif? Kebanyakan orang enggan bersikap asertif karena dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu alasan “untuk mempertahankan kelangsungan hubungan” juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin membuat pihak lain sakit hati. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap tidak asertif (memendam perasaan, perbedaan pendapat), justru akan mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain.Ada beberapa pertanyaan yang bisa ditanyakan pada diri sendiri, yang dapat menjadi indikator asertivitas.
· Apakah Aku terbiasa mengekspresikan secara jelas perasaan atau dukunganku pada orang lain ?
· Apakah Aku meminta tolong pada orang lain pada saat Aku memang membutuhkan pertolongan?
· Apakah Aku mampu mengekspresikan kemarahan atau pun rasa tidak enak Aku secara proporsional pada pihak lain yang telah membuat Aku merasa sakit hati ?
· Apakah Aku suka bertanya pada orang lain pada saat menghadapi kebingungan ?
· Apakah Aku mampu memberikan pAkungan secara terbuka saat Aku merasa tidakepaham dengan pendapat orang lain ?
· Apakah Aku sering berbicara di depan kelas/umum ?
· Apakah Aku mampu untuk berkata “tidak” pada saat Aku tidak ingin melakukan pekerjaan tersebut ?
· Apakah Aku berbicara dengan sikap percaya diri, serta berkomunikasi secara hangat ?
· Apakah Aku memandang wajah lawan bicara Aku pada saat Aku berbicara dengannya Jadikanlah asertivitas menjadi bagian dalam nafas hidup!

Inovasi Diri

Berbicara soal ide cemerlang, tentu dapat ditemukan di kepala banyak orang atau organisasi.Tetapi soal inovasi, tidak berhenti pada ide cemerlang. Tidak pula berupa tindakan yang semata-mata berbeda dengan orang lain sebab inovasi bukan sebuah konsep tunggal dalam arti berubah hanya untuk sekedar berubah (change for the sake of change). Inovasi yang sesungguhnya adalah inovasi yang dipahami sebagai pelaksanaan konsep secara menyeluruh mencakup komponen dan segmennya.

Beth Webster dalam “Innovation: we know we need it but how do we do it” (Harbridge Consulting Group: 1990), menegaskan bahwa inovasi adalah menemukan atau mengubah materi pekerjaan atau cara menyelesaikan pekerjaan secara lebih baik. Dengan definisi ini inovasi mengandung dua komponen: yaitu penemuan (invention), dan pelaksanaan (implementation), dimana pada tiap komponen terdiri atas empat segmen:

• Kreativitas – Generating new ideas
• Visi – Knowing where you want to get with it
• Komitmen – Mobilizing to get there
• Manajamen– Planning and working to get there

Untuk menjalankan inovasi, orang harus mengawalinya dari eksplorasi untuk menemukan sesuatu yang baru dalam bentuk yang lebih tanpa meninggalkan perangkat lama yang masih baik. Dengan demikian tidak semestinya berhenti pada menemukan ide lebih baik. Inovasi menuntut langkah berikutnya berupa pelaksanaan uji-realitas.Istilah lain yang mendekati adalah keberanian eksperimen. Dengan ungkapan keberanian yang mengikuti, eksperimentasi punya resiko paling tinggi terhadap kegagalan sehingga dalam prakteknya banyak orang mengatakan TIDAK terhadap inovasi karena rasa takut menerima resiko itu.

Selain resiko kegagalan, hambatan di tingkat konsep, praktek, strategi, tekhnis, diri sendiri dan orang lain juga kerap muncul. Untuk menciptakan solusi yang dibutuhkan, maka kreativitas para innovator berperan. Kreativitas solusi ini diwujudkan dalam bentuk jumlah alternatif solusi terhadap situasi dengan cara mengubah, mengkombinasikan, mengindentifikasi celah destruktif dari sesuatu yang sudah mapan (established).

Dalam beberapa riset ilmiah, kuantitas solusi alternatif punya korelasi dengan kualitas solusi. Jadi kreativitas bertumpu pada kemampuan memiliki pola baru dalam melihat hubungan antar obyek yang dilahirkan dari sudut pandang adanya ‘possibility’, dan mempertanyakan sesuatu untuk memperoleh jawaban lebih baik. Seorang pakar kreativitas, Arthur Koestler, mengatakan: “Every creative act involve a new innocent of perception, liberated from cataract of accepted belief”.

Dalam menjalankan kreativitas menciptakan solusi, innovator perlu memiliki kemampuan menyalakan lampu petunjuk yaitu visi – having clear sense of direction. Artinya, bentuk inovasi seperti apakah yang dilihat secara jelas oleh imajinasi innovator? Semakin jelas padanan fisik dari tujuan inovasi bisa disaksikan oleh penglihatan mental, maka akan semakin menjadi obyek yang satu atau utuh. Kembali pada pengetahuan tentang pikiran yang baru akan bekerja kalau difokuskan pada obyek utuh, kalau obyeknya masih terpecah tidak karuan, dengan sendirinya pikiran memilih untuk diam atau kacau. Bagaimana mengutuhkan obyek sasaran dalam kaitan dengan kemampuan visualisasi ini?

Shakti Gawain dalam “Creative Visualization” (Creating Strategies Inc.: 2002), para innovator perlu melewati empat tahapan proses untuk menajamkan visinya, yaitu:
1. Memiliki tujuan yang jelas
2. Memiliki potret mental yang jelas dari sebuah obyek yang diinginkan
3. Memiliki ketahanan konsentrasi terhadap obyek atau tujuan
4. Memiliki energi, pikiran, keyakinan positif

Di atas dari semua komponen dan segmen di atas, roh dari inovasi adalah komitmen yang membedakan antara ‘make or let things happen'. Inovasi menuntut komitmen pada ‘make’, bukan membiarkan ide cemerlang menemukan jalannya sendiri di lapangan. Komitmen adalah menolak berbagai macam ‘excuses’ yang tidak diperlukan oleh inovasi. The show must go on. Mengutip pendapat Ralp Marlstone tentang komitmen dikatakan: “Anda tidak bisa menciptakan ‘living’ hanya dengan ide, kreativitas, visi, melainkan ‘you must live' WITH them".

Senada dengan Ralp, Joel Barker mengatakan “Vision WITH action can change the world”. Menjalankan ide innovative sebagai pemahaman komprehensif menuntut aplikasi prinsip manajemen yang berarti menggunakan sumber daya di luar kita sebagai kekuatan berdasarkan keseimbangan riil antara size of planning dan ability of working. Tanpa aplikasi manajemen, sumber daya yang berlimpah di luar sana bisa tidak berguna atau malah menjadi penghambat atau sia-sia. Salah satu keahlian manajemen adalah komunikasi.

Tak terbayangkan kalau kerjasama apapun tidak diimbangi dengan kemampuan komunikasi yang dibutuhkan. Contoh lain yang menggambarkan pentingnya keseimbangan dalam menjalankan inovasi adalah fenomena kekecewaan atau kegagalan proposal kerja sama. Dari sudut gagasan, kreativitas, visi, semuanya cemerlang. Tetapi begitu disepakati untuk dijalankan, ternyata masih banyak celah lobang yang belum atau masih di luar kapasitas masing-masing pihak menciptakan solusi. Atau dengan kata lain lebih gede planning for success ketimbang ability of working for success.

AlasanAlasan, mengapa orang merasa perlu untuk menjalankan ide innovative untuk memperbaiki kehidupan pribadi atau organisasi, merupakan bagian penting dari inovasi itu sebelum dijalankan. Sebagian dari alasan itu antara lain:
Perubahan
Dunia ini tidak akan berbeda dengan perubahan yang secara take for granted akan terjadi. Setiap perubahan eksternal menuntut ketepatan memilih respon yang tepat di tingkat internal. Inilah pilihan dari pemahaman hidup yang harus dipegang. Sayangnya sering ditemukan bahwa orang lebih tertarik untuk membicarakan kemajuan yang diciptakan perubahan dunia luar tanpa dibarengi dengan keingian kuat untuk mengubah diri. Sikap resistance to change yang membabi buta ini pada giliran tertentu akan mengantarkan pada posisi sebagai korban perubahan zaman atau tidak mendapat benefit dari kemajuan.

Dalam rangka penguasaan bahasa asing, katakanlah bahasa Inggris, dahulu menjadi bagian atau rungan tersendiri dari sebuah profesi. Tetapi sekarang tidak bisa dipungkiri telah menjadi syarat masuk pintu gerbang yang berarti harus dimiliki oleh semua calon profesi. Mengantisipasi tuntutan perubahan dunia luar,langkah penyelamat yang menjamin adalah mendirikan lembaga learning di dalam diri kita. Materinya bisa diadopsi dari mana saja tergantung kebutuhan dan kemampuan berdasarkan tuntutan lingkungan di mana kita berada.

Keterbatasan
Melakukan inovasi diri harus diberangkatkan dari pemahaman bahwa manusia memiliki kemampuan tak terbatas kecuali batasan yang diciptakan sendiri (self – fulfilling prophecy). Kaitannya dengan inovasi adalah, kemampuan kita merupakan garis pembatas pigura hidup, dan inovasi dibutuhkan dalam rangka memperluas garis pembatas pigora itu. Selain dibutuhkan pemahaman dari dalam juga tidak kalah penting peranan "pil" pemahaman yang disuntikkan oleh pihak luar, meskipun dalam bentuk tawaran memilih. Praktekknya tidak sedikit orang yang meyakini wilayah ‘pigura hidup’-nya bertambah setelah minum pil pemahaman dari sosok yang diyakini lebih terpercaya, misalnya saja paranormal, dukun, penasehat, konsultan, sahabat karib, dll.

Pil pemahaman dari luar inilah yang oleh Dale Carnegie disebut Kelompk Ahli Pikir. Selama pil yang diberikan berupa pil miracle, tentu saja akan sangat dibutuhkan sebab secara alami orang sangat sensitif terhadap pemahaman orang lain tentang dirinya. Justru yang patut disayangkan adalah kalau pil itu berupa stigma killer lalu diterima mentah-mentah, misalnya saja: pasti gagal, rasanya sulit, kayaknya tidak mungkin dll. Oleh karena itu Mark Twain berpesan: “Jauhkan diri anda dari kelompok orang atau komunitas yang membuat ambisi anda menurun yang biasanya dilakukan oleh pribadi yang kerdil”.

Kesenjangan
Alasan lain mengapa inovasi dibutuhkan adalah kenyataan alamiah berupa terjadinya kesenjangan antara alam idealitas dan realitas. Wujud pengakuan fakta alamiah itu harus dibuktikan dengan perbaikan di tingkat realitas dan perubahan format alam idealitas. Seperti kata pepatah, “Gantungkan cita-citamu di langit tetapi jangan lupa kakimu menginjakkan bumi”. Maksudnya, terus ciptakan standard yang lebih tinggi dari yang optimal bisa diraih. Bisa dibayangkan, seandainya semua manusia cukup ‘berpuas-diri’, dengan apa yang ada dalam pengertian ‘low quality’, maka pasti kemajuan sulit diciptakan. Selain itu akan memudahkan orang terkena virus putus asa, berpikir only one answer, bersikap perfectionist yang berarti bertentangan dengan prinsip dasar inovasi.

Sulit dielakkan, kenyataannya terdapat kecenderungan budaya konformitas berupa ketakutan psikologis untuk bercita-cita tinggi yang dijustifikasi oleh pola berpikir realistik yang keliru dalam arti tidak mencerminkan semangat pengembangan diri ke arah lebih baik. Mestinya, berpikir realistik diartikan menginjak di atas realitas, tidak sebaliknya hidup di dalam realitas. Didasarkan pada pemahaman yang berbeda ini maka terjadi kenyataan yang berbeda. Kendaraan yang berjalan di atas jalan raya dapat diarahkan kemana pun tetapi ketika terperosok di dalam lumpur, pilihannya hanya dientaskan ke atas. Perlu digaris bawahi bahwa semua alasan yang sudah disebutkan di atas didasarkan pada:

1) perspektif bahwa hidup adalah proses; dan 2) menjalankan Learning Principle yang merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan dari asset potential menjadi asset aktual. Oleh karena itu alasan personal lain, apapun yang kita miliki, tuntutan paling penting tetap pada menemukan alasan yang punya korelasi kuat terhadap tindakan yang memiliki akses pada perubahan situasi. Begitu situasi sudah dapat diubah menjadi lebih baik berarti kita sudah melangkahkan kaki pada tujuan akhir dari inovasi yang berarti awal untuk memulai perubahan lain ke arah yang bertambah baik. That is the process. Semoga berguna.

Katakan TIDAK

Bagi sebagian besar orang mengatakan TIDAK adalah hal yang amat sulit dilakukan! Terlebih bila seseorang berhadapan dengan permintaan yang tidak diinginkan. Tetapi, bagaimanapun orang tersebut harus menentukan sikap yang pasti. Sebab, besar kemungkinannya akan terjadi sebaliknya.

Bertanya adalah salah satu cara untuk mendapatkan kejelasan atau klarifikasi. Bertanya kepada siapapun yang memungkinkan Anda mendapatkan kejelasan. Bahkan bertanya kepada diri sendiri.

Penjelasan atas kata TIDAK entah sebagai ketidaksetujuan atau penolakan....mestinya disampaikan secara singkat, jelas, tegas dan logis. Sikap tubuh juga dapat membantu mengekspresikan bahasa yang sama dengan pikiran dan verbalisasi.

Akan tetapi....adalah lebih baik mengatakannya dengan penuh empati “saya mengerti bahwa ini tidak menyenangkan bagimu.....tapi secara terus terang saya tidak ...

Hidup adalah sebuah Pilihan

Ketika seseorang berusaha dengan daya upaya yang paling oftimal, dan ternyata hasilnya masih jauh dari yang diinginkan, maka betapa kecewanya. Ada satu hal yang penting untuk dihindari dan ada satu hal yang perlu untuk dilakukan.

Satu hal yang penting untuk dihindari adalah membiarkan diri kita larut, hanyut, dan tenggelam ke dalam situasi dan meratapinya : mengapa bisa demikian? Bukankah tidak hanya kita seorang saja di dunia ini yang merasakan perasaan demikian? Hal itu bukan sebuah kesia-sian belaka, melainkan ada kegunaan yang bisa dimanfaatkan, meskipun harus diakui bahwa menurut perspektif manusia, tentulah tidak ada dari kita yang menginginkannya; tidak ada yang ingin merasakannya; dan tidak ada yang ingin mengalaminya, selain juga tidak boleh mengharapkannya.

Kita dituntut untuk memilih kegunaan tertentu itu. Bukan malah balik bertanya kepada dunia tentang apa gunanya atau malah memasang sikap apatis yang menolak untuk menggali kegunaan selain yang sudah kita rasakan. Penderitaan itu memang membuat manusia menderita, upset, hopeless, distress, frustasi, dan seterusnya, tetapi soal untuk apa itu akan kita gunakan, adalah pure pilihan kita. Semua itu pilihan kita, mau digunakan untuk menghancurkan diri atau untuk pembangkit energi. Mau dijadikan racun atau dijadikan obat – meski obat seringkali pahit rasanya. Mau dijadikan bencana atau mau dijadikan lentera – pencerahan jalan hidup.

Mengusahakan dan mewujudkan kegunaan positif itu lebih sulit dari pada memilih kegunaan yang negatif. Untuk mendapatkan hal-hal positif tentu dibutuhkan inisiatif. Namun untuk mendapatkan hal-hal negatif hanya dibutuhkan pengabaian dan membiarkan.

Defining Moment
Salah satu pilihan yang telah dipilih oleh sekian banyak orang adalah menjadikan hal-hal buruk yang tidak diinginkannya sebagai ”defining moment”. Artinya, penderitaan yang dialami, entah itu besar atau kecil, dadakan atau berkepanjangan, dijadikan dorongan yang benar-benar tepat (pil) untuk melakukan perubahan, perbaikan, audit, dan seterusnya. Bahkan ada yang menjadikannya sebagai moment untuk menaikkan standar prestasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam kaitan dengan pembahasan kita kali ini, mungkin kita perlu menjadikan kenyataan buruk yang kita alami sebagai moment untuk meng-audit hal-hal berikut:

1. Sasaran yang kita tetapkan Termasuk dalam cakupan sasaran di sini antara lain: cita-cita, keinginan, tujuan, target, dan seterusnya. Mengapa sasaran yang perlu diaudit? Jika kita tidak punya sasaran, ibaratnya seperti orang bingung sedang jalan-jalan. Jika kita punya sasaran tetapi telalu tinggi menurut ukuran riil kita, kegoncangan akan muncul. Jika kita turunkan terlalu rendah menurut ukuran riil kita, maka kemandekan mengancam. Supaya kegoncangan yang kita alami tidak berkepanjangan, maka sasaran yang sudah kita teorikan di kepala perlu diaudit, entah itu diturunkan sementara, diperbaiki, diperjelas, dipendekkan, di-spesifik-kan, berdasarkan keadaan-diri kita pada hari ini. Meskipun ini tidak mengubah kenyataan buruk sedikit pun, tetapi kegoncangan batin yang kita alami sudah kita datangkan obatnya.

2. Cara, strategi, kebiasaan yang kita pakai Hal lain yang perlu diaudit adalah cara, strategi atau seperangkat kebiasaan yang biasa kita gunakan selama ini untuk meraih sasaran yang kita inginkan dan ternyata masih gagal. Menurut hasil renungan Napoleon Hill, kebanyakan kita gagal usahanya bukan karena kita tidak mampu mewujudkan keberhasilan yang kita inginkan, melainkan karena kita mempertahankan satu cara yang sudah jelas-jelas gagal di lapangan. Bahkan jika dilihat dari penjelasan firman Tuhan kepada kita semua, mempertahankan cara atau strategi yang sudah nyata-nyata gagal dan menolak untuk mengais cara lain, termasuk bukti dari keputusasaan kita terhadap rahmat-Nya, yang dalam bahasa agama sering disebut sesat atau gelap.

Karena itu, yang diperintahkan kepada kita adalah meyakini adanya pintu lain yang sudah terbuka jika kita mendapati satu pintu yang tertutup. Sayangnya, terkadang kita terlalu lama memandangi pintu yang sudah nyata-nyata tertutup sehingga kita gagal menemukan pintu lain yang sudah terbuka. Cara, strategi atau kebiasaan yang perlu diaudit, bukan semata yang dalam bentuk fisik, melainkan yang lebih penting lagi, adalah cara berpikir, strategi berpikir, kebiasaan berpikir atau sesuatu yang ada di dalam batin kita. Jim Rohn berpesan: “Semua yang ada di luar dirimu akan berubah jika kamu mengubah dirimu.” Hal ini karena semua kreasi fisik, entah itu tindakan atau hasil tindakan, awalnya diciptakan dari dalam batin kita (kreasi mental). Tindakan yang jitu lahir dari pikiran yang jitu, tindakan yang masih meleset lahir dari pikiran yang belum pas, kira-kira begitulah.

3. Orang, lingkungan atau jaringan yang kita masuki Jika dalam bisnis perumahan ada kata pusaka yaitu: lokasi, lokasi, dan lokasi, maka dalam meng-audit langkah atau mengubah nasib kita, mungkin kata pusaka itu perlu diganti menjadi: orang, orang dan orang. Orang, lingkungan dan jaringan yang kita masuki, memang tidak membuat / mengubah kita menjadi apapun tetapi jika kita ingin mengubah diri dalam arti yang luas, maka ini perlu mengubah jaringan orang yang kita kenal, entah dengan cara menambah, mengurangi, memperluas, memperdalam hubungan, dan lain-lain.

Dengan mengubah jaringan orang yang kita kenal, maka ini akan menciptakan jalan bagi perubahan pola berpikir, strategi, kepercayaan, kebiasaan, pengetahuan, metode, dan seterusnya. Mungkin, saking pentingnya peranan orang itu bagi kita, sampai-sampai ahli filsafat bisnis Amerika, Jim Rohn, mengatakan: “Jika buku yang anda baca dan orang yang anda ajak bergaul sama, maka dalam lima tahun ke depan, kemungkinan besar nasib anda masih sama.” Untuk mengubahnya, sudah pasti membutuhkan modal, tetapi modal di sini tidak mutlak identik dengan uang yang banyak atau sejumlah modal yang saat ini tidak ada di tangan kita. Prakteknya sering membuktikan bahwa orang yang perlu masuk dalam daftar “jaringan” itu sudah disediakan Tuhan di sekeliling kita tetapi selama ini jarang kita perhatikan, jarang kita bedakan, jarang kita telaah, dan jarang kita gali.

Menjaga 3K Menjalani hidup memang berbeda seribu derajat dengan membahas kehidupan. Dalam membahas kehidupan seperti dalam tulisan ini, enak saja kita mengganti, mengubah dan meng-audit langkah sekehendak kita, tetapi dalam menjalani, tentu saja tidak bisa kita meng-audit dan mengubah sekehendak kita. Hemat saya, ada sedikitnya tiga hal yang perlu dijaga seiring dengan keputusan kita untuk meng-audit dan memperbaharui langkah, yaitu:

1. Kebutuhan Kata orang yang sudah sering kita dengar, kebutuhan itu tidak mengenal kata nanti, bahkan ampun pun tidak. Ungkapan lain mengatakan bahwa lebih enak ngomong sama orang yang marah ketimbang ngomong sama orang yang lapar. Ini semua menunjukkan bahwa kebutuhan itu tidak bisa diganggu-gugat dan karena itu, agenda apapun yang akan kita jalankan, hendaknya jangan sampai menganggu aktivitas kita dalam memenuhi kebutuhan. Atau dengan kata lain, hendaknya kita tetap menjalankan aktivitas yang sasarannya untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya tidak bisa diganggu-gugat di tengah-tengah kesibukan kita memikirkan tiga hal yang perlu diaudit di atas. Jika kebutuhan ini terancam, maka kita semua sudah tahu akibatnya.

2. Keinginan Meskipun kebutuhan itu tidak mengenal ampun dan kata nanti, tetapi jika pikiran ini terlalu kita fokuskan hanya untuk kebutuhan, hanya apa adanya, tanpa visi, tanpa imajinasi, tanpa cita-cita, tanpa keinginan, maka Mohamad Ali mengibaratkan seperti seandainya bumi ini tanpa langit: kering dan gelap. Marylin King, mantan seorang atlet, menyimpulkan: “ Astronot, atlet dan eksekutif perusahaan memiliki tiga hal kembar. Mereka punya sesuatu yang sangat berarti bagi mereka; sesuat yang benar-benar ingin mereka lakukan. Kami menyebutnya gairah. Mereka memandang tujuan dengan sangat jelas dan mengimajinasikannya secara ajaib sehingga tampak begitu kuat dan mereka membayangkan dirinya menapaki langkah-langkah kecil dalam perjalanan menuju tujuan itu. Kami menyebutnya visi. Akhirnya mereka melakukan sesuatu setiap hari, sesuai dengan rencana yang akan membawa mereka selangkah lebih dekat ke mimpi mereka. Kami menyebutnya aksi.” Artinya, selain kita perlu memprogam aktivitas yang sasarannya kebutuhan, kita pun perlu memprogram aktivitas yang sasarannya adalah mewujudkan keinginan (visi, cita-cita, dst) yang belum terwujud atau beru terwujud sebagian, agar tidak kering dan gelap (demotivator dan apatis), seperti bagaikan bumi tanpa langit, bagaikan burung tanpa sayap, bagaikan mobil yang rodanya terpendam lumpur “kebutuhan”.

3. Kelancaran Tak cukup sepertinya jika kita hanya memprogram aktivitas yang kita lakukan hari ini semata untuk sasaran kebutuhan dan keinginan. Ada satu hal lain yang perlu kita programkan, yaitu mengatasi masalah-masalah, entah itu tehnis, hubungan, dan lain-lain yang kedatangannya tidak diundang. Membiarkan masalah, bukan berarti menghilangkan masalah.Tetapi jika kita mengerahkan seluruh pikiran dan aktivitas kita hanya untuk mengurusi masalah, maka keinginan dan kebutuhan kita akan yatim, yang juga masalah. Jadi, menurut nasehat Anthony Robbins, gunakan 10 % saja untuk memikirkan masalah (what and why), lalu gunakan sisanya untuk memikirkan pemecahan masalah (how). Tenggelam dalam memikirkan masalah, justru malah akan membuat kita bermasalah. Nasehat lain bisa kita dengarkan dari Brian Tracy, seorang konsultan SDM, yang mengatakan: “bukan dimana saat ini kita berada; yang menentukan kita, melainkan ke mana langkah ini akan kita gerakkan.” Masalah tidak membuat kita keman-mana tetapi apa yang akan kita lakukan terhadap masalah itu akan menentukan di manan nanti kita berada. Dengan belajar menjalani tiga hal di atas, minimal kita tidak perlu bertengkar dengan kenyataan yang ada di hadapan kita, pun juga kita tidak tenggelam di dalam kenyataan itu, serta tidak terhanyut ke dalam memikirkan masalah siang dan malam. Sekali lagi perlu kita ingat, ini baru membahas kehidupan, belum masalah menjalani kehidupan. Selamat menjalankan.

Mereka Butuh Satu Senyuman

Ini adalah waktu sepanjang tahun dimana banyak orang menjadi begitu depresi kala melalui kehidupan mereka. Beberapa memutuskan bahwa kehidupan sendiri menjadi begitu sulit.

Katanya......, jembatan Golden Gate di AS adalah lokasi utama dunia yang menjadi tempat orang melakukan bunuh diri. Setiap dua minggu, rata-rata, seseorang mengakhiri hidupnya disini. Paling tidak 1200 orang melompat atau ditemukan terapung di air sejak jembatan dibuka pada tahun 1937, termasuk diantaranya Roy Raymond, pendiri perusahaan pakaian dalam terkenal Victoria Secret, pada tahun 1993. Ada juga Duane Garret, pengumpul dana bagi partai Demokrat AS yang adalah sahabat Al Gore pada tahun 1995.

Dr. Jerome Motto punya satu pasien yang melompat di jembatan ini pada pertengahan tahun tujuh puluhan. Dr. Jerome yang menjadi tempat konsultasi pasien ini segera pergi ke apartemen korban : “Saya pergi ke apartemen pria ini dibelakang petugas medis. Pria ini (pasiennya) berusia 30-an, tinggal seorang diri dengan apartemen indah namun kosong. Dia menulis satu catatan dan meninggalkannya di lemari pakaiannya. Surat itu berkata : “Saya akan berjalan ke jembatan. Jika ada satu orang tersenyum pada saya disepanjang jalan, saya tidak akan melompat”.
Wow – hanya satu hadiah kecil yang ia butuhkan. Berapa banyak orang yang ia temui sepanjang hari? Bagaimana jika saya menjadi salah satu dari antara mereka?. Tidak butuh uang untuk memberi seseorang satu hadiah yang paling berharga di musim yang sulit ini. Perhatikanlah sekeliling anda, khususnya selama situasi yang sulit ini. Berikan hadiah pada mereka berupa satu senyum – sepuluh kali setiap hari.Senyum anda amat berarti – Untuk mereka yang butuh senyuman.

The Power in You

Ada kekuatan di dalam cinta,
Orang yang sanggup memberikan cinta adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengalahkan keinginannya
Ada kekuatan dalam tawa kegembiraan,
Orang tertawa gembira adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah terlarut dengan tantangan dan cobaan.
Ada kekuatan di dalam kedamaian diri
Orang yang dirinya penuh damai bahagia adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah tergoyahkan
Dan tidak mudah diombang-ambingkan.
Ada kekuatan di dalam kesabaran,
Orang yang sabar adalah orang yang kuat
Karena ia sanggup menanggung segala sesuatu
Dan ia tidak pernah merasa disakiti.
Ada kekuatan di dalam kemurahan,
Orang yang murah hati adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah menahan mulut dan tangannya
Untuk melakukan yang baik bagi sesamanya.
Ada kekuatan di dalam kebaikan,
Orang yang baik adalah orang yang kuat
Karena ia bisa selalu mampu melakukan yang baik bagi semua orang .
Ada kekuatan di dalam kesetiaan,
Orang yang setia adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengalahkan nafsu dan keinginan pribadi
Dengan kesetiaannya kepada sesama.
Ada kekuatan di dalam kelemahlembutan,
Orang yang lemah lembut adalah orang yang kuat
Karena ia bisa menahan diri untuk tidak membalas dendam.
Ada kekuatan di dalam penguasaan diri,
Orang yang bisa menguasai diri adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengendalikan segala nafsu keduniawian.
............
Sadarkah teman bahwa engkau juga memiliki cukup
Kekuatan untuk mengatasi segala permasalahan dalam hidup ini?
Dimanapun, seberat dan serumit apapun juga.
Karena pencobaan tidak akan pernah dibiarkan melebihi kekuatan kita.

Menjadi Tanda KehadiranNya

Sebuah Alkitab, buku harian, bacaan rohani dan jenis buku lainnya, sering ditemukan ada pembatas bukunya. Entah itu berupa foto, gambar, kartu ucapan selamat atau yang lainnya. Ada sekian banya jenis pembatas buku. Namun seringkali sebuah pembatas buku itu sederhana. Tapi juga ada yang sungguh-sungguh berharga, terbuat dari bahan yang tidak murah. Lalu sebenarnya, apa fungsi dari pembatas buku itu? Apakah hanya sekedar untuk membatasi, atau memberi tengara kalau kita membacanya sampai di halaman yang terdapat pembatas buku? Atau adakah maksud lain yang hendak di tengarai oleh pembatas buku itu. Atau ada maksud lain yang ingin disingkapkan?

Sebuah pembatas buku kadang tidak langsung dimengerti oleh penerimanya. Bahkan tak jarang meremehkannya. Padahal kalau dicermati secara seksama, sebuah pembatas buku yang kelihatannya remeh dan kecil sekalipun, ternyata menyimpan makna yang mendalam. Meski sederhana, pembatas buku mengingatkan akan suatu adanya kenangan yang indah, yang kadang mengingatkan kita pada si pemberinya atau menghadirkan si pemberinya.

Ketika Yesus hendak meninggalkan dunia ini dan kembali kepada Bapa, Yesus ternyata meninggalkan suatu kenangan bagi para muridNya. Suatu kenangan yang diwujudkan dalam perjamuan persahabatan, yakni diriNya sendiri yang menjadi santapan dan minuman. Yohanes mengemukakan bagaimana Yesus berbicara tentang diriNya dengan ungkapan “Akulah roti hidup…barang siapa makan dagingku dan minim darahku, ia mempunyai hidup kekal.” (Yoh 6:51-54).

Pengungkapan tentang pemberian diri Yesus itu tidaklah langsung dapat dimengerti dan diterima oleh orang-orang di sekitarNya. Bahkan malah menimbulkan pertentangan serta kegoncangan pandangan atau keyakinan. Yesus memperoleh cibiran atau sungutan dari orang-orang Yahudi. Dalam ayat 52 diungkapkan bahwa mereka saling bertengkar. Mereka sungguh-sungguh tidak dapat menerima bahwa dagingNya dapat dimakan. Sebab harus diakui bahwa belum pernah terjadi di lingkungan orang Yahudi yang menyatakan perlunya masyarakat makan daging dan minum darahnya. Yesus lah satu-satunya orang yang berani mengungkapkannya.

Bertolak dari situasi yang demikian, Yesus tidaklah putus asa. Ia justru semakin tegas bersaksi tentang diriNya. Ia berkali-kali menegaskan bahwa kata-katanya tidaklah main-main. Ia mendahului dengan ungkapan “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya…” untuk menyatakan bahwa ia sungguh roti hidup. Memang bisa dimengerti penilaian bahwa ungkapan Yesus pada ayat 60 itu keras. Istilah makan yang dimaksudkan oleh Yesus dalam ay.53, bukan makan dan minum yang dipahami oleh kalangan Yahudi, yakni mengunyah manna seperti nenek moyang mereka, sehingga hanya rasa kenyang yang ingin dicapai. Namun lebih pada ‘mengunyah’ Yesus sendiri -dagingNya sendiri sebagai sunguh-sungguh santapan dan darahnya sendiri sebagai minuman- Memang bernada kiasan. Makan daging dan minum darah Yesus searti dengan menyatukan diri -melalui tindakan makan dan minum- dengan Dia, sehingga yang dicapai: hidup.

Kata ‘hidup’ dalam ungkapan “..mempunyai hidup dalam dirimu..” (ayat 53), ini dihubungkan oleh Yesus dengan diriNya sendiri, yang tidak mengacu kepada hidup fisik, melainkan hidup dalam persatuan denganNya, seperti persatuanNya dengan Bapa. Paulus, melalui pertobatannya (Kis 9:1-20), ia sungguh-sungguh merasakan dapat bersatu dengan Allah..Hidup bersatu dengan Yesus yang dimaksud di sini, kembali ditegaskan dalam ayat 54, yakni sebagai hidup yang kekal: hidup lestari yang tak akan berkesudahan, dan bahkan akan dimahkotai dengan pembangkitan oleh Yesus (bdk.ay.40).

Lalu, bagaimana kita dapat sampai pada penghayatan akan Roti hidup yang tak sekedar tanda semata? Bila kita makan dan minum maka menimbulkan suatu perubahan, yakni kenyang. Demikianlah dengan, bila kita mengunyah Yesus sendiri, hidup bersatu dengan Yesus, perubahan yang terjadi yakni sungguh-sungguh mampu menampilkan hidup Yesus. Seorang pastor memberikan nasihat kepada para fraternya agar, ‘mampu membawa hati Yesus kepada umat yang kita jumpai.’ Kehadiran kita di tengah keanekaragaman kepercayaan bukanlah untuk menjadi yang pertama, lebih mementingkan popularitas diri, melainkan untuk mempopulerkan Hati Yesus agar meraja di hati orang-orang yang kita jumpai. Kita bisa juga meneladan Paulus yang karena kedasyatan kuasa Allah yang menghendakinya untuk dijadikan alat Tuhan, ia lalu bertobat dari kekelaman hidupnya.Ada sebuah kisah yang menarik untuk diambil hikmahnya.

Suatu kali saya berlibur di rumah bude. Saya sengaja memiilih hari Sabtu, Minggu dan Senin, dengan maksud agar saya dapat mengikuti perayaan Ekaristi hari Minggu di Gereja stasi sekitar itu. Karena saya tidak tahu arah jalan ke Gereja, maka bude yang adalah seorang Kristen Protestan memberitahu agar saya berangkat bersama dengan Mbah Sayem (seorang nenek yang sudah lanjut usianya dan kencot Jawa=cacat pada kaki- ). Bude menyampaikannya hal itu kepada Mbah Sayem, dengan maksud agar Mbah Sayem membonceng saya dengan sepeda motor bude saya..

Mbah Sayem ternyata langsung menimpali “Lho apa ponakane njenengan iku wis nggak pernah mlaku adoh?” (“Lho apakah keponakanmu [saya] sudah tidak pernah berjalan jauh?) dan seterusnya. Saya terhenyak mendengar ungkapan Mbah Sayem. Bagi saya ungkapan itu cukup mendalam. Tetapi rasio saya juga seolah ingin melawan rasa itu : tidakkah yang sebenarnya tidak atau kurang mampu untuk berjalan jauh itu adalah Mbah Sayem? Tetapi mengapa ungkapan itu ditujukan kepada saya, seorang yang masih muda dan kuat?

Tidak Ada yang Sia-Sia

Optimisme adalah memandangg hidup ini sebagai persembahan terbaik. Tidak ada sesuatu yg terjadi begitu saja & mengalir sia-sia. Smua pasti ada tujuan, ada maksud. Tetapi, mungkin saja kita mengalami pengalaman buruk yg tak mengenakkan. Kita bisa mencermati bahwa keburukan itu hanyalah karena kita melihat dari salah satu sisi mata uang saja. Bila kita berani menengok ke sisi yg lain, kita akan menemukan pemandangan yg jauh berbeda.

Kita tidak harus menjadi orang yang selalu tersenyum terus, atau menampakkan wajah yg ceria. Optimisme terletak di dalam hati, bukan hanya terpampang di muka. So....Jadilah optimis, karena hidup ini terlalu rumit untuk dipandang dg mengerutkan alis.Setiap tetes air yg keluar dari mata air tahu mereka mengalir menuju ke laut. Meski harus melalui anak sungai, selokan, kali keruh, danau & muara, mereka yakin perjalanan mereka bukan tanpa tujuan. Bahkan, ketika menunggu di samudra, setiap tetes air tahu, suatu saat panas & angin akan membawa mereka ke pucuk-pucuk gunung. Menjadi awan & menurunkan hujan. Sebagian menyuburkan rerumputan, sebagian tertampung dalam sumur-sumur. Sebagian kembali ke laut.

Adakah sesuatu yg sia-sia dari setiap tetes air yg anda temui di selokan rumah kita?

Elisabeth 317

Adalah sebuah Paviliun di rumah sakit Panti Rapih. Paviliun itu ada 4 lantai. Bila diawali dengan angka 3 berarti paviliun itu lantai tiga. Elisabeth 317 , berarti paviliun Elisabeth lantai 3 nomer 17. Nomer ini adalah kamar paling ujung, kalau dilihat dari pos penjagaan para perawat di Elisabeth 3. Ruangan Elisabeth 317 sangat khas.

Saat itu, bila Anda masuk pasti disambut oleh 'ocehan' seorang kakek yang usianya lebih dari 80 tahun. Kakek itu bernama Hadi Pawiro dan katanya sakit diare, tapi ternyata itu sakit ketuaan. 'Ya...biasalah kalau sudah tua pasti ada saja penyakitnya, itu kata orang-orang yang menunggu kakek itu. Di samping Mbah Hadi, sebut saja demikian, ada seorang pemuda dari Riau yang sakit DHF. Trombosit terakhirnya adalah 23. Maka ia sangat khawatir dengan darah yang telah keluar dari hidung (mimisan) dan juga dari ujung-ujung kuku, baik kaki maupun tangannya.

Di sampingnya lagi adalah seorang Bapak tengah baya. Ia sakit jantung. Tentang kondisinya aku tidak begitu tahu. Dua hari setelah aku berada di kamar itu ia pamit pulang. Tentu ini atas izin dokter.Bapak itu ternyata disusul oleh seorang anak smu. Dia terkena sakit DB. Wajahnya memerah dan seperti orang yang kebanyakan tidur. Yach apa pun situasinya kini berada di depan bed tidurku. Aku harus melihatnya setiap saat. Dia kin menjadi temanku dalam situasi yang sama, yakni sakit.

Sementara aku sudah merasa mulai sedikit membaik. Trombosit yang telah diperiksa kian naik. Itu pertanda bhawa ngga lama lagi aku pasti segera meninggalkan 317 dan nikmati suasana biara.

Penantian panjang di kamar 317 amat membosankan. Rasanya hidup terlalu sempit. Namun itu tidak membuatku putus asa. Ada asa yang tampaknya menjadi spirit bagiku, sehingga aku juga harus dan dapat menikmatinya. Pengalaman perjumpaan dengan orang-orang yang perhatian padaku menyadarkan aku bahwa Allah mengasihi aku.Apa yang ku alami sekiranya belum sebanding dengan yang dialami oleh Tuhan Yesus dalam kenosisNya. Dia akhirnya pun mengalami kemuliaan karena BapaNya menerima penyerahan diriNya. So....aku ingin melibatkan deritaku dengan derita Yesus, sehingga aku juga boleh menikmati kemuliaanNya.

Akhirnya....penantianku berujung pula. Aku diperkenankan oleh dokter untuk meninggalkan kamar 317. Derita itu berujung dengan harapan dan kegembiraan. Tuhan Yesus mendengarkan seruan batinku. Terimakasih Tuhan Yesus Sang tabib surgawi. Jamahanmu memberikan kesembuhan bagiku. Biarlah kegembiraan ini juga menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarku.

Tiba-tiba datanglah konfraterku Fr. Joko. Ia bermaksud menjengukku. So...sekalian saja aku mau bareng pulang.

MENDENGARKAN: Mencintai dengan Sederhana

Seorang pendamping anak-anak Panti Asuhan (PA) merasa tidak nyaman, tidak krasan, tidak bisa tinggal di PA, dengan alasan karena anak-anaknya reseh, crewet, sulit diatur dst.

Sebuah keluarga atau bahkan lebih dari satu keluarga kristiani mengalami broken dan akhirnya mencari solusi untuk pisah ranjang atau mungkin cerai.Tidak sedikit biarawan/i, pastor yang menjadi batu sandungan bagi umat di tempat tugasnya, sehingga umat tidak menerimanya, umat menolaknya dst. Ujung-ujungnya memutuskan untuk meninggalkan kebiarawanan, kepastorannya dst.

Tidak sedikit pula komunitas-komunitas religius yang mengalami situasi suwung, sumpek, sehingga membuat yang tinggal di dalamnya tidak betah. Dan masih banyak lagi situasi yang kurang lebih serupa.
***
berusaha mendengarkan
Salah satu akar permasalahan dari stuasi-stuasi yang tersebutkan tadi adalah karena minimnya sikap mau mendengarkan. Orang cenderung ngomong dan banyak ngomong. Ada kemungkinan tanpa disadari bahwa omongannya tidak didengarkan karena ia menjadi orang yang sulit untuk mendengarkan.

Mendengarkan merupakan suatu pilihan sikap aktif untuk bersedia terlibat dengan gerak batin orang lain. Dengan mendengarkan berarti orang mau terbuka kepada partnernya. Dalam sikap mendengarkan terungkap adanya hubungan saling mengenal, adanya sebuah relasi batin, sehingga terbentuklah hubungan hidup yang saling mendukung untuk berkembang.

Inilah yang tampaknya “dituntut” oleh seorang murid Kristus. Inilah yang tampaknya dituntut oleh Yesus kepada para pengikutnya, yaitu sikap mau mendengarkan. Mendengarkan sabda Tuhan berarti terbuka bagi sabda Tuhan dan menyerahkan diri sebagai milik Tuhan. Dengan demikian Tuhan mengenalnya sebagai domba piaraanNya dan menaruh cinta dan perhatian keapadanya, sehingga tidak ada yang mungkin merebut hidupnya dari tangan Gembala. Hanya kalau domba memang sengaja mau pergi, ia akan menjadi doba yang hilang.
***
Mendengarkan merupakan sebuah modal untuk mencintai orang lain dengan sederhana.

Tujuh Komponen untuk Hidup Bahagia

Tidak seorangpun dapat kembali ke awal dan membuat permulaan yang baru, tetapi setiap orang dapat memulai dari sekarang dan membuat akhir yang baru.

Tuhan tidak menjanjikan hari hari tanpa sakit, tawa tanpa kesedihan, matahari tanpa hujan, tetapi Ia menjanjikan kekuatan untuk hari itu, penghiburan atas air mata dan cahaya dalam perjalanan hidup kita.

Kekecewaan adalah seperti lubang di jalan, yang sedikit memperlambat mu, tetapi kemudian engkau menikmati jalan yang mulus. Jangan tinggal di lubang terlalu lama. Maju terus!

Jika engkau kecewa karena tidak mendapatkan apa yang kau inginkan, duduklah tegak dan berbahagialah, karena Tuhan sudah memikirkan sesuatu yang lebih baik untuk diberikan padamu.

Jika sesuatu terjadi padamu, baik ataupun buruk, pertimbangkan apa artinya. Ada tujuan pada setiap kejadian dalam hidup, untuk mengajarkanmu bagaimana lebih banyak tertawa atau tidak menangis tersedu sedu.

Engkau tidak bisa membuat seseorang mencintaimu, yang dapat kau lakukan adalah menjadi seseorang yang dapat dicintai, selebihnya terserah pada orang itu untuk menyadari nilaimu."

Jangan mengabaikan teman lama. Engkau tidak akan menemukan orang yang dapat menggantikannya. Persahabatan itu seperti anggur, Semakin tua semakin baik.

Kerendahatian

Mengenali diri sendiri membuat kita berlutut dalam kerendahan hati.(Catatan Bunda Teresa dari Kalkuta tentang cara untuk rendah hati)
Mengurus urusan sendiri.
Tidak ingin mencampuri urusan orang lain.Menghindari rasa ingin tahu.
Menerima pertentangan dan kritik dengan senang hati.
Tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain.
Menerima apabila dihina dan disakiti.
Menerima apabila diabaikan, dilupakan dan dibenci.
Tidak berusaha agar dikasihi dan dikagumi secara istimewa.
Lemah lembut dan ramah bahkan andai orang memancing amarah kita.
Tidak pernah menuntut agar dihargai.
Mengalah dalam perdebatan bahkan andai kita benar.
Selalu memilih yang tersulit.

Terrrr, Main Yuuuk!

Itulah salah satu litani anak-anak SD kelas III, seusia 8 - 9 tahun yang pernah kudampingi. Memang harus kuakui bahwa anak-anak seusia itu pada umumnya sangat gemar untuk bermain. Satu hal yang tak pernah terlewatkan bahwa aku selalu menghadiahkan kepada mereka pada setiap kesempatan bertemu dengan sebuah lagu atau permainan yang sungguh baru bagi mereka, sehingga mereka merasa bersemangat untuk belajar bersama. Salah satu yang juga disukai oleh mereka adalah tanya jawab. Barang kali inilah salah satu keunggulan mereka dibanding dengan anak-anak yang lain di luar sekolah ini khususnya. Namun sebagai guru yang juga belajar bijaksana, maka aku juga mencoba untuk memahami sejauh mana mereka akan bertahan dalam keseriusan soal bertanya jawab. Maka dengan agak kreatif, aku mgajak mereka untuk bermain bersama.

Ketika bahan pelajaran agama Katolik telah selesai, maka mereka sangat antusias untuk minta diadakan tanya jawab. Saat itu mereka kuajak untuk bermain dengan permainan pembentukan kelompok.

Pertama-tama kami tentukan peraturan permainannya yakni :anak laki-laki semua dihargai 100, kecuali anak laki-laki yang memakai jam tangan mereka dihargai 150 dan anak laki-laki yang berkacamata dihargai 125. Sedangkan anak perempuan semua dihargai 125, kecuali yang memakai tali rambut atau bandu mereka dihargai 175 dan anak perempuan yang memakai jam tangan dihargai 150.

Setelah semuanya memahami peraturan permainan itu, maka kami memulai untuk bermain. Ketika kusebut sebuah harga, misalnya 375 maka masing-masing harus berusaha untuk membuat sebuah kelompok seharga yang kusebutkan itu. Bila ada peserta yang tidak memperoleh atau tidak berhasil membentuk kelompok maka ia harus keluar dari arena permainan. Pertama kali kusebutkan sebuah harga, mereka tampaknya dengan cepat mampu membentuk sebuah kelompok. Dalam hati aku berkata, wah alangkah jeli dan cermatnya mereka. Kedua kalinya kusebutkan, merekapun mampu untu membentuk sebuah kelompok, demikianpun selanjutnya dengan semakin cepat dan cepat. Suasana ruangan kelas sangat iuh dan gaduh. Waaaah jangan-jangan nanti mengganggu kelas sebelah. Eeee belum ada lima menit hatiku bergejolak, tiba-tiba datanglah seorang ibu guru dari kelas sebelah untuk melihat kelas kami. Ibu itu menggelengkan kepala. Aku yakin bahwa ia sangat jengkel.

Maka untuk menghindari agar tidak terdengar sangat ribut, aku menutup pintu kelas itu. Nah bila seperti ini pasti akan sedikit teredam suara anak-anak yang dengan leluasa tertawa dan berteriak, berinteraksi untuk mencari dan membentuk sebuah kelompok bila di sebut sebuah harga olehku.

Karena aku tahu bahwa mereka akan merasa kecapaian, maka aku mengajak mereka untuk mengakhiri permainan itu dan mempersilahkan untuk minum-minum dan bila yang ingin kebelakang biarlah ke belakang. Tiba-tiba ketika sekelompok anak yang ingin ke belakang, pintu kelas itu tak dapat dibukanya.

Ter... tolong batuin bukakan pintunya.
Akupun dengan segera menuju ke pintu untuk mecoba membukakan pintu itu.Waah sulit sekali.
Apakah tadi ada yang menguncinya?
Tak seorang anakpun yang mengatakan mengunci pintu itu. Itu berarti pintu ini terkunci dengan sendirinya. Tahu bahwa usahaku tak berhasil untuk membuka pintu itu, maka ada seorang anak yang berteriak keras
Ter.. kita nggak bisa pulang nanti.
Ya Ter.
Ya Ter..
Semakin banyak anak ynag juga ikut berteriak. Bahkan ada yang sungguh sampai menangis dan berteriak Frater gimana kalau kita tak bisa keluar?
Tenanglah, kita pasti akan bisa keluar.
Sebagian besar dari mereka justru semakin panik dan menjerit. Aku pun sempat merasa panik waah anak-anak tampaknya mersa sungguh ketakutan. Maka aku mencoba teriak ke luar kelas minta tolong.
Tolong...tolong!!Tiba-tiba datanglah guru sebelah yang tadi sempat jenggkel melihat kami bermain serta dua orang bapak guru lainya yang mendengar teriakanku minta tolong. Usaha keras bapak-bapak dan ibu guru itu pun tak membuahkan hasil.
Waaah ini tampaknya sulit untuk dibuka dan barangkali kita harus memaksanya untuk membuka.Mendengar seruan para guru yang berusaha untuk membukakan pintu itu, anak-anak semakin bertambah panik.
Mamaa...Mamaaa....Mamaaaaaa..Aku nggak bisa keluaaaar, tolong maaaaaaaa!!!
Situasi semakin gaduh dan panik. Lalu tiba-tiba datang dua orang satpam sekolahan itu dengan membawa linggis dan palu. Kedua satpam itu datang dengan berlari.Tolong paak! Tolooooong!
Tolong paaak!
Itulah teriakan anak-anak yang tampaknya sungguh semakin ketakutan bak para korban yakni saudara saudara kita yang ada di Bali saat itu, yang terperangkap dalam sebuah ruangan ketika gempa bumi yang berskala 6,1 mengguncang desa dan terlebih tempat tinggal mereka. Ketika pintu berhasil dibuka oleh bapak-bapak satpam yang baik hati itu, bersamaan itu pula kurang lebih 9 sembilan anak yang termasuk njerit-njerit tadi terhempas bergulingan saling menimpa, sebab ketika para satpam tadi berusaha untuk membukanya, mereka tampaknya berusaha untuk mendorong pintu itu. Namun tak satu dari kesembilan anak itu yang merasa kesakitan, namun justru tertawa puas.Mengapa mereka tertawa puas?
Mereka lebih bahagia karena apa yang membelenggunya kini terlepaskan, rasa sakitpun sampai-sampai tak tersasakan.