Inovasi Diri

Berbicara soal ide cemerlang, tentu dapat ditemukan di kepala banyak orang atau organisasi.Tetapi soal inovasi, tidak berhenti pada ide cemerlang. Tidak pula berupa tindakan yang semata-mata berbeda dengan orang lain sebab inovasi bukan sebuah konsep tunggal dalam arti berubah hanya untuk sekedar berubah (change for the sake of change). Inovasi yang sesungguhnya adalah inovasi yang dipahami sebagai pelaksanaan konsep secara menyeluruh mencakup komponen dan segmennya.

Beth Webster dalam “Innovation: we know we need it but how do we do it” (Harbridge Consulting Group: 1990), menegaskan bahwa inovasi adalah menemukan atau mengubah materi pekerjaan atau cara menyelesaikan pekerjaan secara lebih baik. Dengan definisi ini inovasi mengandung dua komponen: yaitu penemuan (invention), dan pelaksanaan (implementation), dimana pada tiap komponen terdiri atas empat segmen:

• Kreativitas – Generating new ideas
• Visi – Knowing where you want to get with it
• Komitmen – Mobilizing to get there
• Manajamen– Planning and working to get there

Untuk menjalankan inovasi, orang harus mengawalinya dari eksplorasi untuk menemukan sesuatu yang baru dalam bentuk yang lebih tanpa meninggalkan perangkat lama yang masih baik. Dengan demikian tidak semestinya berhenti pada menemukan ide lebih baik. Inovasi menuntut langkah berikutnya berupa pelaksanaan uji-realitas.Istilah lain yang mendekati adalah keberanian eksperimen. Dengan ungkapan keberanian yang mengikuti, eksperimentasi punya resiko paling tinggi terhadap kegagalan sehingga dalam prakteknya banyak orang mengatakan TIDAK terhadap inovasi karena rasa takut menerima resiko itu.

Selain resiko kegagalan, hambatan di tingkat konsep, praktek, strategi, tekhnis, diri sendiri dan orang lain juga kerap muncul. Untuk menciptakan solusi yang dibutuhkan, maka kreativitas para innovator berperan. Kreativitas solusi ini diwujudkan dalam bentuk jumlah alternatif solusi terhadap situasi dengan cara mengubah, mengkombinasikan, mengindentifikasi celah destruktif dari sesuatu yang sudah mapan (established).

Dalam beberapa riset ilmiah, kuantitas solusi alternatif punya korelasi dengan kualitas solusi. Jadi kreativitas bertumpu pada kemampuan memiliki pola baru dalam melihat hubungan antar obyek yang dilahirkan dari sudut pandang adanya ‘possibility’, dan mempertanyakan sesuatu untuk memperoleh jawaban lebih baik. Seorang pakar kreativitas, Arthur Koestler, mengatakan: “Every creative act involve a new innocent of perception, liberated from cataract of accepted belief”.

Dalam menjalankan kreativitas menciptakan solusi, innovator perlu memiliki kemampuan menyalakan lampu petunjuk yaitu visi – having clear sense of direction. Artinya, bentuk inovasi seperti apakah yang dilihat secara jelas oleh imajinasi innovator? Semakin jelas padanan fisik dari tujuan inovasi bisa disaksikan oleh penglihatan mental, maka akan semakin menjadi obyek yang satu atau utuh. Kembali pada pengetahuan tentang pikiran yang baru akan bekerja kalau difokuskan pada obyek utuh, kalau obyeknya masih terpecah tidak karuan, dengan sendirinya pikiran memilih untuk diam atau kacau. Bagaimana mengutuhkan obyek sasaran dalam kaitan dengan kemampuan visualisasi ini?

Shakti Gawain dalam “Creative Visualization” (Creating Strategies Inc.: 2002), para innovator perlu melewati empat tahapan proses untuk menajamkan visinya, yaitu:
1. Memiliki tujuan yang jelas
2. Memiliki potret mental yang jelas dari sebuah obyek yang diinginkan
3. Memiliki ketahanan konsentrasi terhadap obyek atau tujuan
4. Memiliki energi, pikiran, keyakinan positif

Di atas dari semua komponen dan segmen di atas, roh dari inovasi adalah komitmen yang membedakan antara ‘make or let things happen'. Inovasi menuntut komitmen pada ‘make’, bukan membiarkan ide cemerlang menemukan jalannya sendiri di lapangan. Komitmen adalah menolak berbagai macam ‘excuses’ yang tidak diperlukan oleh inovasi. The show must go on. Mengutip pendapat Ralp Marlstone tentang komitmen dikatakan: “Anda tidak bisa menciptakan ‘living’ hanya dengan ide, kreativitas, visi, melainkan ‘you must live' WITH them".

Senada dengan Ralp, Joel Barker mengatakan “Vision WITH action can change the world”. Menjalankan ide innovative sebagai pemahaman komprehensif menuntut aplikasi prinsip manajemen yang berarti menggunakan sumber daya di luar kita sebagai kekuatan berdasarkan keseimbangan riil antara size of planning dan ability of working. Tanpa aplikasi manajemen, sumber daya yang berlimpah di luar sana bisa tidak berguna atau malah menjadi penghambat atau sia-sia. Salah satu keahlian manajemen adalah komunikasi.

Tak terbayangkan kalau kerjasama apapun tidak diimbangi dengan kemampuan komunikasi yang dibutuhkan. Contoh lain yang menggambarkan pentingnya keseimbangan dalam menjalankan inovasi adalah fenomena kekecewaan atau kegagalan proposal kerja sama. Dari sudut gagasan, kreativitas, visi, semuanya cemerlang. Tetapi begitu disepakati untuk dijalankan, ternyata masih banyak celah lobang yang belum atau masih di luar kapasitas masing-masing pihak menciptakan solusi. Atau dengan kata lain lebih gede planning for success ketimbang ability of working for success.

AlasanAlasan, mengapa orang merasa perlu untuk menjalankan ide innovative untuk memperbaiki kehidupan pribadi atau organisasi, merupakan bagian penting dari inovasi itu sebelum dijalankan. Sebagian dari alasan itu antara lain:
Perubahan
Dunia ini tidak akan berbeda dengan perubahan yang secara take for granted akan terjadi. Setiap perubahan eksternal menuntut ketepatan memilih respon yang tepat di tingkat internal. Inilah pilihan dari pemahaman hidup yang harus dipegang. Sayangnya sering ditemukan bahwa orang lebih tertarik untuk membicarakan kemajuan yang diciptakan perubahan dunia luar tanpa dibarengi dengan keingian kuat untuk mengubah diri. Sikap resistance to change yang membabi buta ini pada giliran tertentu akan mengantarkan pada posisi sebagai korban perubahan zaman atau tidak mendapat benefit dari kemajuan.

Dalam rangka penguasaan bahasa asing, katakanlah bahasa Inggris, dahulu menjadi bagian atau rungan tersendiri dari sebuah profesi. Tetapi sekarang tidak bisa dipungkiri telah menjadi syarat masuk pintu gerbang yang berarti harus dimiliki oleh semua calon profesi. Mengantisipasi tuntutan perubahan dunia luar,langkah penyelamat yang menjamin adalah mendirikan lembaga learning di dalam diri kita. Materinya bisa diadopsi dari mana saja tergantung kebutuhan dan kemampuan berdasarkan tuntutan lingkungan di mana kita berada.

Keterbatasan
Melakukan inovasi diri harus diberangkatkan dari pemahaman bahwa manusia memiliki kemampuan tak terbatas kecuali batasan yang diciptakan sendiri (self – fulfilling prophecy). Kaitannya dengan inovasi adalah, kemampuan kita merupakan garis pembatas pigura hidup, dan inovasi dibutuhkan dalam rangka memperluas garis pembatas pigora itu. Selain dibutuhkan pemahaman dari dalam juga tidak kalah penting peranan "pil" pemahaman yang disuntikkan oleh pihak luar, meskipun dalam bentuk tawaran memilih. Praktekknya tidak sedikit orang yang meyakini wilayah ‘pigura hidup’-nya bertambah setelah minum pil pemahaman dari sosok yang diyakini lebih terpercaya, misalnya saja paranormal, dukun, penasehat, konsultan, sahabat karib, dll.

Pil pemahaman dari luar inilah yang oleh Dale Carnegie disebut Kelompk Ahli Pikir. Selama pil yang diberikan berupa pil miracle, tentu saja akan sangat dibutuhkan sebab secara alami orang sangat sensitif terhadap pemahaman orang lain tentang dirinya. Justru yang patut disayangkan adalah kalau pil itu berupa stigma killer lalu diterima mentah-mentah, misalnya saja: pasti gagal, rasanya sulit, kayaknya tidak mungkin dll. Oleh karena itu Mark Twain berpesan: “Jauhkan diri anda dari kelompok orang atau komunitas yang membuat ambisi anda menurun yang biasanya dilakukan oleh pribadi yang kerdil”.

Kesenjangan
Alasan lain mengapa inovasi dibutuhkan adalah kenyataan alamiah berupa terjadinya kesenjangan antara alam idealitas dan realitas. Wujud pengakuan fakta alamiah itu harus dibuktikan dengan perbaikan di tingkat realitas dan perubahan format alam idealitas. Seperti kata pepatah, “Gantungkan cita-citamu di langit tetapi jangan lupa kakimu menginjakkan bumi”. Maksudnya, terus ciptakan standard yang lebih tinggi dari yang optimal bisa diraih. Bisa dibayangkan, seandainya semua manusia cukup ‘berpuas-diri’, dengan apa yang ada dalam pengertian ‘low quality’, maka pasti kemajuan sulit diciptakan. Selain itu akan memudahkan orang terkena virus putus asa, berpikir only one answer, bersikap perfectionist yang berarti bertentangan dengan prinsip dasar inovasi.

Sulit dielakkan, kenyataannya terdapat kecenderungan budaya konformitas berupa ketakutan psikologis untuk bercita-cita tinggi yang dijustifikasi oleh pola berpikir realistik yang keliru dalam arti tidak mencerminkan semangat pengembangan diri ke arah lebih baik. Mestinya, berpikir realistik diartikan menginjak di atas realitas, tidak sebaliknya hidup di dalam realitas. Didasarkan pada pemahaman yang berbeda ini maka terjadi kenyataan yang berbeda. Kendaraan yang berjalan di atas jalan raya dapat diarahkan kemana pun tetapi ketika terperosok di dalam lumpur, pilihannya hanya dientaskan ke atas. Perlu digaris bawahi bahwa semua alasan yang sudah disebutkan di atas didasarkan pada:

1) perspektif bahwa hidup adalah proses; dan 2) menjalankan Learning Principle yang merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan dari asset potential menjadi asset aktual. Oleh karena itu alasan personal lain, apapun yang kita miliki, tuntutan paling penting tetap pada menemukan alasan yang punya korelasi kuat terhadap tindakan yang memiliki akses pada perubahan situasi. Begitu situasi sudah dapat diubah menjadi lebih baik berarti kita sudah melangkahkan kaki pada tujuan akhir dari inovasi yang berarti awal untuk memulai perubahan lain ke arah yang bertambah baik. That is the process. Semoga berguna.

Katakan TIDAK

Bagi sebagian besar orang mengatakan TIDAK adalah hal yang amat sulit dilakukan! Terlebih bila seseorang berhadapan dengan permintaan yang tidak diinginkan. Tetapi, bagaimanapun orang tersebut harus menentukan sikap yang pasti. Sebab, besar kemungkinannya akan terjadi sebaliknya.

Bertanya adalah salah satu cara untuk mendapatkan kejelasan atau klarifikasi. Bertanya kepada siapapun yang memungkinkan Anda mendapatkan kejelasan. Bahkan bertanya kepada diri sendiri.

Penjelasan atas kata TIDAK entah sebagai ketidaksetujuan atau penolakan....mestinya disampaikan secara singkat, jelas, tegas dan logis. Sikap tubuh juga dapat membantu mengekspresikan bahasa yang sama dengan pikiran dan verbalisasi.

Akan tetapi....adalah lebih baik mengatakannya dengan penuh empati “saya mengerti bahwa ini tidak menyenangkan bagimu.....tapi secara terus terang saya tidak ...

Hidup adalah sebuah Pilihan

Ketika seseorang berusaha dengan daya upaya yang paling oftimal, dan ternyata hasilnya masih jauh dari yang diinginkan, maka betapa kecewanya. Ada satu hal yang penting untuk dihindari dan ada satu hal yang perlu untuk dilakukan.

Satu hal yang penting untuk dihindari adalah membiarkan diri kita larut, hanyut, dan tenggelam ke dalam situasi dan meratapinya : mengapa bisa demikian? Bukankah tidak hanya kita seorang saja di dunia ini yang merasakan perasaan demikian? Hal itu bukan sebuah kesia-sian belaka, melainkan ada kegunaan yang bisa dimanfaatkan, meskipun harus diakui bahwa menurut perspektif manusia, tentulah tidak ada dari kita yang menginginkannya; tidak ada yang ingin merasakannya; dan tidak ada yang ingin mengalaminya, selain juga tidak boleh mengharapkannya.

Kita dituntut untuk memilih kegunaan tertentu itu. Bukan malah balik bertanya kepada dunia tentang apa gunanya atau malah memasang sikap apatis yang menolak untuk menggali kegunaan selain yang sudah kita rasakan. Penderitaan itu memang membuat manusia menderita, upset, hopeless, distress, frustasi, dan seterusnya, tetapi soal untuk apa itu akan kita gunakan, adalah pure pilihan kita. Semua itu pilihan kita, mau digunakan untuk menghancurkan diri atau untuk pembangkit energi. Mau dijadikan racun atau dijadikan obat – meski obat seringkali pahit rasanya. Mau dijadikan bencana atau mau dijadikan lentera – pencerahan jalan hidup.

Mengusahakan dan mewujudkan kegunaan positif itu lebih sulit dari pada memilih kegunaan yang negatif. Untuk mendapatkan hal-hal positif tentu dibutuhkan inisiatif. Namun untuk mendapatkan hal-hal negatif hanya dibutuhkan pengabaian dan membiarkan.

Defining Moment
Salah satu pilihan yang telah dipilih oleh sekian banyak orang adalah menjadikan hal-hal buruk yang tidak diinginkannya sebagai ”defining moment”. Artinya, penderitaan yang dialami, entah itu besar atau kecil, dadakan atau berkepanjangan, dijadikan dorongan yang benar-benar tepat (pil) untuk melakukan perubahan, perbaikan, audit, dan seterusnya. Bahkan ada yang menjadikannya sebagai moment untuk menaikkan standar prestasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam kaitan dengan pembahasan kita kali ini, mungkin kita perlu menjadikan kenyataan buruk yang kita alami sebagai moment untuk meng-audit hal-hal berikut:

1. Sasaran yang kita tetapkan Termasuk dalam cakupan sasaran di sini antara lain: cita-cita, keinginan, tujuan, target, dan seterusnya. Mengapa sasaran yang perlu diaudit? Jika kita tidak punya sasaran, ibaratnya seperti orang bingung sedang jalan-jalan. Jika kita punya sasaran tetapi telalu tinggi menurut ukuran riil kita, kegoncangan akan muncul. Jika kita turunkan terlalu rendah menurut ukuran riil kita, maka kemandekan mengancam. Supaya kegoncangan yang kita alami tidak berkepanjangan, maka sasaran yang sudah kita teorikan di kepala perlu diaudit, entah itu diturunkan sementara, diperbaiki, diperjelas, dipendekkan, di-spesifik-kan, berdasarkan keadaan-diri kita pada hari ini. Meskipun ini tidak mengubah kenyataan buruk sedikit pun, tetapi kegoncangan batin yang kita alami sudah kita datangkan obatnya.

2. Cara, strategi, kebiasaan yang kita pakai Hal lain yang perlu diaudit adalah cara, strategi atau seperangkat kebiasaan yang biasa kita gunakan selama ini untuk meraih sasaran yang kita inginkan dan ternyata masih gagal. Menurut hasil renungan Napoleon Hill, kebanyakan kita gagal usahanya bukan karena kita tidak mampu mewujudkan keberhasilan yang kita inginkan, melainkan karena kita mempertahankan satu cara yang sudah jelas-jelas gagal di lapangan. Bahkan jika dilihat dari penjelasan firman Tuhan kepada kita semua, mempertahankan cara atau strategi yang sudah nyata-nyata gagal dan menolak untuk mengais cara lain, termasuk bukti dari keputusasaan kita terhadap rahmat-Nya, yang dalam bahasa agama sering disebut sesat atau gelap.

Karena itu, yang diperintahkan kepada kita adalah meyakini adanya pintu lain yang sudah terbuka jika kita mendapati satu pintu yang tertutup. Sayangnya, terkadang kita terlalu lama memandangi pintu yang sudah nyata-nyata tertutup sehingga kita gagal menemukan pintu lain yang sudah terbuka. Cara, strategi atau kebiasaan yang perlu diaudit, bukan semata yang dalam bentuk fisik, melainkan yang lebih penting lagi, adalah cara berpikir, strategi berpikir, kebiasaan berpikir atau sesuatu yang ada di dalam batin kita. Jim Rohn berpesan: “Semua yang ada di luar dirimu akan berubah jika kamu mengubah dirimu.” Hal ini karena semua kreasi fisik, entah itu tindakan atau hasil tindakan, awalnya diciptakan dari dalam batin kita (kreasi mental). Tindakan yang jitu lahir dari pikiran yang jitu, tindakan yang masih meleset lahir dari pikiran yang belum pas, kira-kira begitulah.

3. Orang, lingkungan atau jaringan yang kita masuki Jika dalam bisnis perumahan ada kata pusaka yaitu: lokasi, lokasi, dan lokasi, maka dalam meng-audit langkah atau mengubah nasib kita, mungkin kata pusaka itu perlu diganti menjadi: orang, orang dan orang. Orang, lingkungan dan jaringan yang kita masuki, memang tidak membuat / mengubah kita menjadi apapun tetapi jika kita ingin mengubah diri dalam arti yang luas, maka ini perlu mengubah jaringan orang yang kita kenal, entah dengan cara menambah, mengurangi, memperluas, memperdalam hubungan, dan lain-lain.

Dengan mengubah jaringan orang yang kita kenal, maka ini akan menciptakan jalan bagi perubahan pola berpikir, strategi, kepercayaan, kebiasaan, pengetahuan, metode, dan seterusnya. Mungkin, saking pentingnya peranan orang itu bagi kita, sampai-sampai ahli filsafat bisnis Amerika, Jim Rohn, mengatakan: “Jika buku yang anda baca dan orang yang anda ajak bergaul sama, maka dalam lima tahun ke depan, kemungkinan besar nasib anda masih sama.” Untuk mengubahnya, sudah pasti membutuhkan modal, tetapi modal di sini tidak mutlak identik dengan uang yang banyak atau sejumlah modal yang saat ini tidak ada di tangan kita. Prakteknya sering membuktikan bahwa orang yang perlu masuk dalam daftar “jaringan” itu sudah disediakan Tuhan di sekeliling kita tetapi selama ini jarang kita perhatikan, jarang kita bedakan, jarang kita telaah, dan jarang kita gali.

Menjaga 3K Menjalani hidup memang berbeda seribu derajat dengan membahas kehidupan. Dalam membahas kehidupan seperti dalam tulisan ini, enak saja kita mengganti, mengubah dan meng-audit langkah sekehendak kita, tetapi dalam menjalani, tentu saja tidak bisa kita meng-audit dan mengubah sekehendak kita. Hemat saya, ada sedikitnya tiga hal yang perlu dijaga seiring dengan keputusan kita untuk meng-audit dan memperbaharui langkah, yaitu:

1. Kebutuhan Kata orang yang sudah sering kita dengar, kebutuhan itu tidak mengenal kata nanti, bahkan ampun pun tidak. Ungkapan lain mengatakan bahwa lebih enak ngomong sama orang yang marah ketimbang ngomong sama orang yang lapar. Ini semua menunjukkan bahwa kebutuhan itu tidak bisa diganggu-gugat dan karena itu, agenda apapun yang akan kita jalankan, hendaknya jangan sampai menganggu aktivitas kita dalam memenuhi kebutuhan. Atau dengan kata lain, hendaknya kita tetap menjalankan aktivitas yang sasarannya untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya tidak bisa diganggu-gugat di tengah-tengah kesibukan kita memikirkan tiga hal yang perlu diaudit di atas. Jika kebutuhan ini terancam, maka kita semua sudah tahu akibatnya.

2. Keinginan Meskipun kebutuhan itu tidak mengenal ampun dan kata nanti, tetapi jika pikiran ini terlalu kita fokuskan hanya untuk kebutuhan, hanya apa adanya, tanpa visi, tanpa imajinasi, tanpa cita-cita, tanpa keinginan, maka Mohamad Ali mengibaratkan seperti seandainya bumi ini tanpa langit: kering dan gelap. Marylin King, mantan seorang atlet, menyimpulkan: “ Astronot, atlet dan eksekutif perusahaan memiliki tiga hal kembar. Mereka punya sesuatu yang sangat berarti bagi mereka; sesuat yang benar-benar ingin mereka lakukan. Kami menyebutnya gairah. Mereka memandang tujuan dengan sangat jelas dan mengimajinasikannya secara ajaib sehingga tampak begitu kuat dan mereka membayangkan dirinya menapaki langkah-langkah kecil dalam perjalanan menuju tujuan itu. Kami menyebutnya visi. Akhirnya mereka melakukan sesuatu setiap hari, sesuai dengan rencana yang akan membawa mereka selangkah lebih dekat ke mimpi mereka. Kami menyebutnya aksi.” Artinya, selain kita perlu memprogam aktivitas yang sasarannya kebutuhan, kita pun perlu memprogram aktivitas yang sasarannya adalah mewujudkan keinginan (visi, cita-cita, dst) yang belum terwujud atau beru terwujud sebagian, agar tidak kering dan gelap (demotivator dan apatis), seperti bagaikan bumi tanpa langit, bagaikan burung tanpa sayap, bagaikan mobil yang rodanya terpendam lumpur “kebutuhan”.

3. Kelancaran Tak cukup sepertinya jika kita hanya memprogram aktivitas yang kita lakukan hari ini semata untuk sasaran kebutuhan dan keinginan. Ada satu hal lain yang perlu kita programkan, yaitu mengatasi masalah-masalah, entah itu tehnis, hubungan, dan lain-lain yang kedatangannya tidak diundang. Membiarkan masalah, bukan berarti menghilangkan masalah.Tetapi jika kita mengerahkan seluruh pikiran dan aktivitas kita hanya untuk mengurusi masalah, maka keinginan dan kebutuhan kita akan yatim, yang juga masalah. Jadi, menurut nasehat Anthony Robbins, gunakan 10 % saja untuk memikirkan masalah (what and why), lalu gunakan sisanya untuk memikirkan pemecahan masalah (how). Tenggelam dalam memikirkan masalah, justru malah akan membuat kita bermasalah. Nasehat lain bisa kita dengarkan dari Brian Tracy, seorang konsultan SDM, yang mengatakan: “bukan dimana saat ini kita berada; yang menentukan kita, melainkan ke mana langkah ini akan kita gerakkan.” Masalah tidak membuat kita keman-mana tetapi apa yang akan kita lakukan terhadap masalah itu akan menentukan di manan nanti kita berada. Dengan belajar menjalani tiga hal di atas, minimal kita tidak perlu bertengkar dengan kenyataan yang ada di hadapan kita, pun juga kita tidak tenggelam di dalam kenyataan itu, serta tidak terhanyut ke dalam memikirkan masalah siang dan malam. Sekali lagi perlu kita ingat, ini baru membahas kehidupan, belum masalah menjalani kehidupan. Selamat menjalankan.

Mereka Butuh Satu Senyuman

Ini adalah waktu sepanjang tahun dimana banyak orang menjadi begitu depresi kala melalui kehidupan mereka. Beberapa memutuskan bahwa kehidupan sendiri menjadi begitu sulit.

Katanya......, jembatan Golden Gate di AS adalah lokasi utama dunia yang menjadi tempat orang melakukan bunuh diri. Setiap dua minggu, rata-rata, seseorang mengakhiri hidupnya disini. Paling tidak 1200 orang melompat atau ditemukan terapung di air sejak jembatan dibuka pada tahun 1937, termasuk diantaranya Roy Raymond, pendiri perusahaan pakaian dalam terkenal Victoria Secret, pada tahun 1993. Ada juga Duane Garret, pengumpul dana bagi partai Demokrat AS yang adalah sahabat Al Gore pada tahun 1995.

Dr. Jerome Motto punya satu pasien yang melompat di jembatan ini pada pertengahan tahun tujuh puluhan. Dr. Jerome yang menjadi tempat konsultasi pasien ini segera pergi ke apartemen korban : “Saya pergi ke apartemen pria ini dibelakang petugas medis. Pria ini (pasiennya) berusia 30-an, tinggal seorang diri dengan apartemen indah namun kosong. Dia menulis satu catatan dan meninggalkannya di lemari pakaiannya. Surat itu berkata : “Saya akan berjalan ke jembatan. Jika ada satu orang tersenyum pada saya disepanjang jalan, saya tidak akan melompat”.
Wow – hanya satu hadiah kecil yang ia butuhkan. Berapa banyak orang yang ia temui sepanjang hari? Bagaimana jika saya menjadi salah satu dari antara mereka?. Tidak butuh uang untuk memberi seseorang satu hadiah yang paling berharga di musim yang sulit ini. Perhatikanlah sekeliling anda, khususnya selama situasi yang sulit ini. Berikan hadiah pada mereka berupa satu senyum – sepuluh kali setiap hari.Senyum anda amat berarti – Untuk mereka yang butuh senyuman.

The Power in You

Ada kekuatan di dalam cinta,
Orang yang sanggup memberikan cinta adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengalahkan keinginannya
Ada kekuatan dalam tawa kegembiraan,
Orang tertawa gembira adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah terlarut dengan tantangan dan cobaan.
Ada kekuatan di dalam kedamaian diri
Orang yang dirinya penuh damai bahagia adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah tergoyahkan
Dan tidak mudah diombang-ambingkan.
Ada kekuatan di dalam kesabaran,
Orang yang sabar adalah orang yang kuat
Karena ia sanggup menanggung segala sesuatu
Dan ia tidak pernah merasa disakiti.
Ada kekuatan di dalam kemurahan,
Orang yang murah hati adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah menahan mulut dan tangannya
Untuk melakukan yang baik bagi sesamanya.
Ada kekuatan di dalam kebaikan,
Orang yang baik adalah orang yang kuat
Karena ia bisa selalu mampu melakukan yang baik bagi semua orang .
Ada kekuatan di dalam kesetiaan,
Orang yang setia adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengalahkan nafsu dan keinginan pribadi
Dengan kesetiaannya kepada sesama.
Ada kekuatan di dalam kelemahlembutan,
Orang yang lemah lembut adalah orang yang kuat
Karena ia bisa menahan diri untuk tidak membalas dendam.
Ada kekuatan di dalam penguasaan diri,
Orang yang bisa menguasai diri adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengendalikan segala nafsu keduniawian.
............
Sadarkah teman bahwa engkau juga memiliki cukup
Kekuatan untuk mengatasi segala permasalahan dalam hidup ini?
Dimanapun, seberat dan serumit apapun juga.
Karena pencobaan tidak akan pernah dibiarkan melebihi kekuatan kita.

Menjadi Tanda KehadiranNya

Sebuah Alkitab, buku harian, bacaan rohani dan jenis buku lainnya, sering ditemukan ada pembatas bukunya. Entah itu berupa foto, gambar, kartu ucapan selamat atau yang lainnya. Ada sekian banya jenis pembatas buku. Namun seringkali sebuah pembatas buku itu sederhana. Tapi juga ada yang sungguh-sungguh berharga, terbuat dari bahan yang tidak murah. Lalu sebenarnya, apa fungsi dari pembatas buku itu? Apakah hanya sekedar untuk membatasi, atau memberi tengara kalau kita membacanya sampai di halaman yang terdapat pembatas buku? Atau adakah maksud lain yang hendak di tengarai oleh pembatas buku itu. Atau ada maksud lain yang ingin disingkapkan?

Sebuah pembatas buku kadang tidak langsung dimengerti oleh penerimanya. Bahkan tak jarang meremehkannya. Padahal kalau dicermati secara seksama, sebuah pembatas buku yang kelihatannya remeh dan kecil sekalipun, ternyata menyimpan makna yang mendalam. Meski sederhana, pembatas buku mengingatkan akan suatu adanya kenangan yang indah, yang kadang mengingatkan kita pada si pemberinya atau menghadirkan si pemberinya.

Ketika Yesus hendak meninggalkan dunia ini dan kembali kepada Bapa, Yesus ternyata meninggalkan suatu kenangan bagi para muridNya. Suatu kenangan yang diwujudkan dalam perjamuan persahabatan, yakni diriNya sendiri yang menjadi santapan dan minuman. Yohanes mengemukakan bagaimana Yesus berbicara tentang diriNya dengan ungkapan “Akulah roti hidup…barang siapa makan dagingku dan minim darahku, ia mempunyai hidup kekal.” (Yoh 6:51-54).

Pengungkapan tentang pemberian diri Yesus itu tidaklah langsung dapat dimengerti dan diterima oleh orang-orang di sekitarNya. Bahkan malah menimbulkan pertentangan serta kegoncangan pandangan atau keyakinan. Yesus memperoleh cibiran atau sungutan dari orang-orang Yahudi. Dalam ayat 52 diungkapkan bahwa mereka saling bertengkar. Mereka sungguh-sungguh tidak dapat menerima bahwa dagingNya dapat dimakan. Sebab harus diakui bahwa belum pernah terjadi di lingkungan orang Yahudi yang menyatakan perlunya masyarakat makan daging dan minum darahnya. Yesus lah satu-satunya orang yang berani mengungkapkannya.

Bertolak dari situasi yang demikian, Yesus tidaklah putus asa. Ia justru semakin tegas bersaksi tentang diriNya. Ia berkali-kali menegaskan bahwa kata-katanya tidaklah main-main. Ia mendahului dengan ungkapan “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya…” untuk menyatakan bahwa ia sungguh roti hidup. Memang bisa dimengerti penilaian bahwa ungkapan Yesus pada ayat 60 itu keras. Istilah makan yang dimaksudkan oleh Yesus dalam ay.53, bukan makan dan minum yang dipahami oleh kalangan Yahudi, yakni mengunyah manna seperti nenek moyang mereka, sehingga hanya rasa kenyang yang ingin dicapai. Namun lebih pada ‘mengunyah’ Yesus sendiri -dagingNya sendiri sebagai sunguh-sungguh santapan dan darahnya sendiri sebagai minuman- Memang bernada kiasan. Makan daging dan minum darah Yesus searti dengan menyatukan diri -melalui tindakan makan dan minum- dengan Dia, sehingga yang dicapai: hidup.

Kata ‘hidup’ dalam ungkapan “..mempunyai hidup dalam dirimu..” (ayat 53), ini dihubungkan oleh Yesus dengan diriNya sendiri, yang tidak mengacu kepada hidup fisik, melainkan hidup dalam persatuan denganNya, seperti persatuanNya dengan Bapa. Paulus, melalui pertobatannya (Kis 9:1-20), ia sungguh-sungguh merasakan dapat bersatu dengan Allah..Hidup bersatu dengan Yesus yang dimaksud di sini, kembali ditegaskan dalam ayat 54, yakni sebagai hidup yang kekal: hidup lestari yang tak akan berkesudahan, dan bahkan akan dimahkotai dengan pembangkitan oleh Yesus (bdk.ay.40).

Lalu, bagaimana kita dapat sampai pada penghayatan akan Roti hidup yang tak sekedar tanda semata? Bila kita makan dan minum maka menimbulkan suatu perubahan, yakni kenyang. Demikianlah dengan, bila kita mengunyah Yesus sendiri, hidup bersatu dengan Yesus, perubahan yang terjadi yakni sungguh-sungguh mampu menampilkan hidup Yesus. Seorang pastor memberikan nasihat kepada para fraternya agar, ‘mampu membawa hati Yesus kepada umat yang kita jumpai.’ Kehadiran kita di tengah keanekaragaman kepercayaan bukanlah untuk menjadi yang pertama, lebih mementingkan popularitas diri, melainkan untuk mempopulerkan Hati Yesus agar meraja di hati orang-orang yang kita jumpai. Kita bisa juga meneladan Paulus yang karena kedasyatan kuasa Allah yang menghendakinya untuk dijadikan alat Tuhan, ia lalu bertobat dari kekelaman hidupnya.Ada sebuah kisah yang menarik untuk diambil hikmahnya.

Suatu kali saya berlibur di rumah bude. Saya sengaja memiilih hari Sabtu, Minggu dan Senin, dengan maksud agar saya dapat mengikuti perayaan Ekaristi hari Minggu di Gereja stasi sekitar itu. Karena saya tidak tahu arah jalan ke Gereja, maka bude yang adalah seorang Kristen Protestan memberitahu agar saya berangkat bersama dengan Mbah Sayem (seorang nenek yang sudah lanjut usianya dan kencot Jawa=cacat pada kaki- ). Bude menyampaikannya hal itu kepada Mbah Sayem, dengan maksud agar Mbah Sayem membonceng saya dengan sepeda motor bude saya..

Mbah Sayem ternyata langsung menimpali “Lho apa ponakane njenengan iku wis nggak pernah mlaku adoh?” (“Lho apakah keponakanmu [saya] sudah tidak pernah berjalan jauh?) dan seterusnya. Saya terhenyak mendengar ungkapan Mbah Sayem. Bagi saya ungkapan itu cukup mendalam. Tetapi rasio saya juga seolah ingin melawan rasa itu : tidakkah yang sebenarnya tidak atau kurang mampu untuk berjalan jauh itu adalah Mbah Sayem? Tetapi mengapa ungkapan itu ditujukan kepada saya, seorang yang masih muda dan kuat?