Tidak Ada yang Sia-Sia

Optimisme adalah memandangg hidup ini sebagai persembahan terbaik. Tidak ada sesuatu yg terjadi begitu saja & mengalir sia-sia. Smua pasti ada tujuan, ada maksud. Tetapi, mungkin saja kita mengalami pengalaman buruk yg tak mengenakkan. Kita bisa mencermati bahwa keburukan itu hanyalah karena kita melihat dari salah satu sisi mata uang saja. Bila kita berani menengok ke sisi yg lain, kita akan menemukan pemandangan yg jauh berbeda.

Kita tidak harus menjadi orang yang selalu tersenyum terus, atau menampakkan wajah yg ceria. Optimisme terletak di dalam hati, bukan hanya terpampang di muka. So....Jadilah optimis, karena hidup ini terlalu rumit untuk dipandang dg mengerutkan alis.Setiap tetes air yg keluar dari mata air tahu mereka mengalir menuju ke laut. Meski harus melalui anak sungai, selokan, kali keruh, danau & muara, mereka yakin perjalanan mereka bukan tanpa tujuan. Bahkan, ketika menunggu di samudra, setiap tetes air tahu, suatu saat panas & angin akan membawa mereka ke pucuk-pucuk gunung. Menjadi awan & menurunkan hujan. Sebagian menyuburkan rerumputan, sebagian tertampung dalam sumur-sumur. Sebagian kembali ke laut.

Adakah sesuatu yg sia-sia dari setiap tetes air yg anda temui di selokan rumah kita?

Elisabeth 317

Adalah sebuah Paviliun di rumah sakit Panti Rapih. Paviliun itu ada 4 lantai. Bila diawali dengan angka 3 berarti paviliun itu lantai tiga. Elisabeth 317 , berarti paviliun Elisabeth lantai 3 nomer 17. Nomer ini adalah kamar paling ujung, kalau dilihat dari pos penjagaan para perawat di Elisabeth 3. Ruangan Elisabeth 317 sangat khas.

Saat itu, bila Anda masuk pasti disambut oleh 'ocehan' seorang kakek yang usianya lebih dari 80 tahun. Kakek itu bernama Hadi Pawiro dan katanya sakit diare, tapi ternyata itu sakit ketuaan. 'Ya...biasalah kalau sudah tua pasti ada saja penyakitnya, itu kata orang-orang yang menunggu kakek itu. Di samping Mbah Hadi, sebut saja demikian, ada seorang pemuda dari Riau yang sakit DHF. Trombosit terakhirnya adalah 23. Maka ia sangat khawatir dengan darah yang telah keluar dari hidung (mimisan) dan juga dari ujung-ujung kuku, baik kaki maupun tangannya.

Di sampingnya lagi adalah seorang Bapak tengah baya. Ia sakit jantung. Tentang kondisinya aku tidak begitu tahu. Dua hari setelah aku berada di kamar itu ia pamit pulang. Tentu ini atas izin dokter.Bapak itu ternyata disusul oleh seorang anak smu. Dia terkena sakit DB. Wajahnya memerah dan seperti orang yang kebanyakan tidur. Yach apa pun situasinya kini berada di depan bed tidurku. Aku harus melihatnya setiap saat. Dia kin menjadi temanku dalam situasi yang sama, yakni sakit.

Sementara aku sudah merasa mulai sedikit membaik. Trombosit yang telah diperiksa kian naik. Itu pertanda bhawa ngga lama lagi aku pasti segera meninggalkan 317 dan nikmati suasana biara.

Penantian panjang di kamar 317 amat membosankan. Rasanya hidup terlalu sempit. Namun itu tidak membuatku putus asa. Ada asa yang tampaknya menjadi spirit bagiku, sehingga aku juga harus dan dapat menikmatinya. Pengalaman perjumpaan dengan orang-orang yang perhatian padaku menyadarkan aku bahwa Allah mengasihi aku.Apa yang ku alami sekiranya belum sebanding dengan yang dialami oleh Tuhan Yesus dalam kenosisNya. Dia akhirnya pun mengalami kemuliaan karena BapaNya menerima penyerahan diriNya. So....aku ingin melibatkan deritaku dengan derita Yesus, sehingga aku juga boleh menikmati kemuliaanNya.

Akhirnya....penantianku berujung pula. Aku diperkenankan oleh dokter untuk meninggalkan kamar 317. Derita itu berujung dengan harapan dan kegembiraan. Tuhan Yesus mendengarkan seruan batinku. Terimakasih Tuhan Yesus Sang tabib surgawi. Jamahanmu memberikan kesembuhan bagiku. Biarlah kegembiraan ini juga menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarku.

Tiba-tiba datanglah konfraterku Fr. Joko. Ia bermaksud menjengukku. So...sekalian saja aku mau bareng pulang.

MENDENGARKAN: Mencintai dengan Sederhana

Seorang pendamping anak-anak Panti Asuhan (PA) merasa tidak nyaman, tidak krasan, tidak bisa tinggal di PA, dengan alasan karena anak-anaknya reseh, crewet, sulit diatur dst.

Sebuah keluarga atau bahkan lebih dari satu keluarga kristiani mengalami broken dan akhirnya mencari solusi untuk pisah ranjang atau mungkin cerai.Tidak sedikit biarawan/i, pastor yang menjadi batu sandungan bagi umat di tempat tugasnya, sehingga umat tidak menerimanya, umat menolaknya dst. Ujung-ujungnya memutuskan untuk meninggalkan kebiarawanan, kepastorannya dst.

Tidak sedikit pula komunitas-komunitas religius yang mengalami situasi suwung, sumpek, sehingga membuat yang tinggal di dalamnya tidak betah. Dan masih banyak lagi situasi yang kurang lebih serupa.
***
berusaha mendengarkan
Salah satu akar permasalahan dari stuasi-stuasi yang tersebutkan tadi adalah karena minimnya sikap mau mendengarkan. Orang cenderung ngomong dan banyak ngomong. Ada kemungkinan tanpa disadari bahwa omongannya tidak didengarkan karena ia menjadi orang yang sulit untuk mendengarkan.

Mendengarkan merupakan suatu pilihan sikap aktif untuk bersedia terlibat dengan gerak batin orang lain. Dengan mendengarkan berarti orang mau terbuka kepada partnernya. Dalam sikap mendengarkan terungkap adanya hubungan saling mengenal, adanya sebuah relasi batin, sehingga terbentuklah hubungan hidup yang saling mendukung untuk berkembang.

Inilah yang tampaknya “dituntut” oleh seorang murid Kristus. Inilah yang tampaknya dituntut oleh Yesus kepada para pengikutnya, yaitu sikap mau mendengarkan. Mendengarkan sabda Tuhan berarti terbuka bagi sabda Tuhan dan menyerahkan diri sebagai milik Tuhan. Dengan demikian Tuhan mengenalnya sebagai domba piaraanNya dan menaruh cinta dan perhatian keapadanya, sehingga tidak ada yang mungkin merebut hidupnya dari tangan Gembala. Hanya kalau domba memang sengaja mau pergi, ia akan menjadi doba yang hilang.
***
Mendengarkan merupakan sebuah modal untuk mencintai orang lain dengan sederhana.