Tujuh Komponen untuk Hidup Bahagia

Tidak seorangpun dapat kembali ke awal dan membuat permulaan yang baru, tetapi setiap orang dapat memulai dari sekarang dan membuat akhir yang baru.

Tuhan tidak menjanjikan hari hari tanpa sakit, tawa tanpa kesedihan, matahari tanpa hujan, tetapi Ia menjanjikan kekuatan untuk hari itu, penghiburan atas air mata dan cahaya dalam perjalanan hidup kita.

Kekecewaan adalah seperti lubang di jalan, yang sedikit memperlambat mu, tetapi kemudian engkau menikmati jalan yang mulus. Jangan tinggal di lubang terlalu lama. Maju terus!

Jika engkau kecewa karena tidak mendapatkan apa yang kau inginkan, duduklah tegak dan berbahagialah, karena Tuhan sudah memikirkan sesuatu yang lebih baik untuk diberikan padamu.

Jika sesuatu terjadi padamu, baik ataupun buruk, pertimbangkan apa artinya. Ada tujuan pada setiap kejadian dalam hidup, untuk mengajarkanmu bagaimana lebih banyak tertawa atau tidak menangis tersedu sedu.

Engkau tidak bisa membuat seseorang mencintaimu, yang dapat kau lakukan adalah menjadi seseorang yang dapat dicintai, selebihnya terserah pada orang itu untuk menyadari nilaimu."

Jangan mengabaikan teman lama. Engkau tidak akan menemukan orang yang dapat menggantikannya. Persahabatan itu seperti anggur, Semakin tua semakin baik.

Kerendahatian

Mengenali diri sendiri membuat kita berlutut dalam kerendahan hati.(Catatan Bunda Teresa dari Kalkuta tentang cara untuk rendah hati)
Mengurus urusan sendiri.
Tidak ingin mencampuri urusan orang lain.Menghindari rasa ingin tahu.
Menerima pertentangan dan kritik dengan senang hati.
Tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain.
Menerima apabila dihina dan disakiti.
Menerima apabila diabaikan, dilupakan dan dibenci.
Tidak berusaha agar dikasihi dan dikagumi secara istimewa.
Lemah lembut dan ramah bahkan andai orang memancing amarah kita.
Tidak pernah menuntut agar dihargai.
Mengalah dalam perdebatan bahkan andai kita benar.
Selalu memilih yang tersulit.

Terrrr, Main Yuuuk!

Itulah salah satu litani anak-anak SD kelas III, seusia 8 - 9 tahun yang pernah kudampingi. Memang harus kuakui bahwa anak-anak seusia itu pada umumnya sangat gemar untuk bermain. Satu hal yang tak pernah terlewatkan bahwa aku selalu menghadiahkan kepada mereka pada setiap kesempatan bertemu dengan sebuah lagu atau permainan yang sungguh baru bagi mereka, sehingga mereka merasa bersemangat untuk belajar bersama. Salah satu yang juga disukai oleh mereka adalah tanya jawab. Barang kali inilah salah satu keunggulan mereka dibanding dengan anak-anak yang lain di luar sekolah ini khususnya. Namun sebagai guru yang juga belajar bijaksana, maka aku juga mencoba untuk memahami sejauh mana mereka akan bertahan dalam keseriusan soal bertanya jawab. Maka dengan agak kreatif, aku mgajak mereka untuk bermain bersama.

Ketika bahan pelajaran agama Katolik telah selesai, maka mereka sangat antusias untuk minta diadakan tanya jawab. Saat itu mereka kuajak untuk bermain dengan permainan pembentukan kelompok.

Pertama-tama kami tentukan peraturan permainannya yakni :anak laki-laki semua dihargai 100, kecuali anak laki-laki yang memakai jam tangan mereka dihargai 150 dan anak laki-laki yang berkacamata dihargai 125. Sedangkan anak perempuan semua dihargai 125, kecuali yang memakai tali rambut atau bandu mereka dihargai 175 dan anak perempuan yang memakai jam tangan dihargai 150.

Setelah semuanya memahami peraturan permainan itu, maka kami memulai untuk bermain. Ketika kusebut sebuah harga, misalnya 375 maka masing-masing harus berusaha untuk membuat sebuah kelompok seharga yang kusebutkan itu. Bila ada peserta yang tidak memperoleh atau tidak berhasil membentuk kelompok maka ia harus keluar dari arena permainan. Pertama kali kusebutkan sebuah harga, mereka tampaknya dengan cepat mampu membentuk sebuah kelompok. Dalam hati aku berkata, wah alangkah jeli dan cermatnya mereka. Kedua kalinya kusebutkan, merekapun mampu untu membentuk sebuah kelompok, demikianpun selanjutnya dengan semakin cepat dan cepat. Suasana ruangan kelas sangat iuh dan gaduh. Waaaah jangan-jangan nanti mengganggu kelas sebelah. Eeee belum ada lima menit hatiku bergejolak, tiba-tiba datanglah seorang ibu guru dari kelas sebelah untuk melihat kelas kami. Ibu itu menggelengkan kepala. Aku yakin bahwa ia sangat jengkel.

Maka untuk menghindari agar tidak terdengar sangat ribut, aku menutup pintu kelas itu. Nah bila seperti ini pasti akan sedikit teredam suara anak-anak yang dengan leluasa tertawa dan berteriak, berinteraksi untuk mencari dan membentuk sebuah kelompok bila di sebut sebuah harga olehku.

Karena aku tahu bahwa mereka akan merasa kecapaian, maka aku mengajak mereka untuk mengakhiri permainan itu dan mempersilahkan untuk minum-minum dan bila yang ingin kebelakang biarlah ke belakang. Tiba-tiba ketika sekelompok anak yang ingin ke belakang, pintu kelas itu tak dapat dibukanya.

Ter... tolong batuin bukakan pintunya.
Akupun dengan segera menuju ke pintu untuk mecoba membukakan pintu itu.Waah sulit sekali.
Apakah tadi ada yang menguncinya?
Tak seorang anakpun yang mengatakan mengunci pintu itu. Itu berarti pintu ini terkunci dengan sendirinya. Tahu bahwa usahaku tak berhasil untuk membuka pintu itu, maka ada seorang anak yang berteriak keras
Ter.. kita nggak bisa pulang nanti.
Ya Ter.
Ya Ter..
Semakin banyak anak ynag juga ikut berteriak. Bahkan ada yang sungguh sampai menangis dan berteriak Frater gimana kalau kita tak bisa keluar?
Tenanglah, kita pasti akan bisa keluar.
Sebagian besar dari mereka justru semakin panik dan menjerit. Aku pun sempat merasa panik waah anak-anak tampaknya mersa sungguh ketakutan. Maka aku mencoba teriak ke luar kelas minta tolong.
Tolong...tolong!!Tiba-tiba datanglah guru sebelah yang tadi sempat jenggkel melihat kami bermain serta dua orang bapak guru lainya yang mendengar teriakanku minta tolong. Usaha keras bapak-bapak dan ibu guru itu pun tak membuahkan hasil.
Waaah ini tampaknya sulit untuk dibuka dan barangkali kita harus memaksanya untuk membuka.Mendengar seruan para guru yang berusaha untuk membukakan pintu itu, anak-anak semakin bertambah panik.
Mamaa...Mamaaa....Mamaaaaaa..Aku nggak bisa keluaaaar, tolong maaaaaaaa!!!
Situasi semakin gaduh dan panik. Lalu tiba-tiba datang dua orang satpam sekolahan itu dengan membawa linggis dan palu. Kedua satpam itu datang dengan berlari.Tolong paak! Tolooooong!
Tolong paaak!
Itulah teriakan anak-anak yang tampaknya sungguh semakin ketakutan bak para korban yakni saudara saudara kita yang ada di Bali saat itu, yang terperangkap dalam sebuah ruangan ketika gempa bumi yang berskala 6,1 mengguncang desa dan terlebih tempat tinggal mereka. Ketika pintu berhasil dibuka oleh bapak-bapak satpam yang baik hati itu, bersamaan itu pula kurang lebih 9 sembilan anak yang termasuk njerit-njerit tadi terhempas bergulingan saling menimpa, sebab ketika para satpam tadi berusaha untuk membukanya, mereka tampaknya berusaha untuk mendorong pintu itu. Namun tak satu dari kesembilan anak itu yang merasa kesakitan, namun justru tertawa puas.Mengapa mereka tertawa puas?
Mereka lebih bahagia karena apa yang membelenggunya kini terlepaskan, rasa sakitpun sampai-sampai tak tersasakan.