"Jangan sampai kamu membiarkan hatimu menjadi buta, tuli, dan bisu". Ungkapan ini kadang terlontar kepada seorang teman atau kenalan atau sahabat dekat. Sekilas memang seperti sekedar basa-basi. Tetapi jika kita cermati, ungkapan itu mau melukiskan bahwa hati manusia itu menentukan segala tindakan dan perbuatannya, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain.
Orang-orang yang hatinya buta, tidak dapat melihat dampak merugikan yang ditimbulkan dari perilakunya yang buruk. Orang-orang yang hatinya tuli, tidak bisa mendengar jerit tangis orang lain yang menderita di sekitar kita. Dan orang-orang yang hatinya bisu, tidak mampu mengatakan bisik kebajikan bahkan sekedar kepada dirinya sendiri. Soooo...Betapa berbahaya jika manusia sampai membiarkan hatinya menjadi buta, tuli, dan bisu. Sebab jika sudah demikian, ia tidak akan malu lagi untuk melakukan apa saja, bahkan seburuk apapun itu.
Saudara-saudariku,
Cintakasih itu memang mudah dikatakan tetapi sulit dilaksanakan/dihayati dalam hidup sehari-hari. Fenomena yang ada: maraknya perceraian, aneka permusuhan antar pelajar/mahasiswa, kakak dengan adik atau adik dengan kakak, antar suku, ras maupun agama, dst..
Kita ingta peristiwa menarik di sekitar monas, kelompok FPI memukuli beberapa orang dari kelompok Ahmadiyah. Peristiwa itu memicu kemarahan dari beberapa kelompok. Sentiment dan fanatisme kelompok itulah yang sering menjadi topik pembicaraan di sekitar negara tercinta ini. Apa kata mereka yang melihat, mendengar atau membaca berita seperti itu? Apa reaksi atau komentar yang muncul? Biasa-biasa saja atau?
Mungkin karena sudah terlampau sering mendengar kabar permusuhan, pertikaian dan aniaya di koran, atau menyaksikan lewat pesawat televisi; peristiwa-peristiwa semacam itu, semuanya sudah menjadi biasa. Jadi, tidak lagi merasakan itu sebagai sesuatu yang perlu dipedulikan. Semuanya, biasa-biasa saja.
Namun tak sedikit orang yang setelah mendengar atau membaca berita itu, tiba-tiba saja merasakan matanya berkaca-kaca. Apakah orang yang seperti itu cengeng? Begitu seseorang merespon, memberontak dan melibatkan perasaannya dengan mereka yang menjadi korban. Orang akan dengan mudah merasa iba. Semakin ia melawan perasaan itu, semakin terang-terggambar dalam imajinasi suasana yang tengah terjadi pada peristiwa itu. Semakin kuat hati orang memberontak, semakin samar pandangannya oleh air mata yang meleleh di pipinya, kiri dan kanan.
SAudara-saudariku,
Sabda Tuhan Mrk 12:18b-34, Yesus mengajarkan hukum yang utama dan pertama yaitu: saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tenaga/kekuatan. Kita masing-masing adalah `buah kasih'. Oleh sebab itu kita bertemu dengan sesama atau siapapun, dimanapun dan kapanpun senantiasa di dalam kasih, sehingga saling mengasihi.
Orang yang tidak genap/utuh hati, jiwa, akal budi dan tubuh alias sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi/bodoh, sakit tubuhnya memang ada kesulitan dalam mengasihi.
Paulus dalam suratnya "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu. Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal" (2Tim 2:9-10). Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada Timoteus ini layak menjadi permenungan atau refleksi kita.
Mungkin kita tidak harus mati `dibunuh', melainkan menghayati hidup, panggilan serta tugas perutusan kita dengan semangat melayani. Melayani siapa saja dengan rendah hati dan penuh cintakasih. Dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tenaga/kekuatan kita melayani siapa saja. Sebagai `yang terpilih', kita hendaknya tidak mengecewakan Dia (Allah sendiri) yang telah memilih kita.
Satu hal yang dapat kita pelajari bahwa hati tidak boleh dibiarkan mati.
Hati Tuhan yang dibukakan bagi kita dalam sakramen Yang Mahakudus yang hadir di hadapan kita, mengajak kita diajak agar senantiasa membawa serta hati kita.
Bayangkan jika kita bisa membawa serta hati terhadap setiap pekerjaan yang kita lakukan. Pastilah, kita akan dengan tulus melakukan setiap pekerjaan. Dengan menyertakan hati ke dalam pekerjaan; pastilah kita bersedia melakukan segala hal terbaik, untuk orang-orang yang kita layani. Tidak akan pernah terlintas dalam pikiran kita untuk melakukannya dengan asal-asalan. Apalagi merugikan orang lain : menipu, menindas, memperdayai, menjerumuskan. TIDAK.
Dengan membawa hati kita, kita tidak hanya sekedar bekerja demi mendapatkan keuntungan pribadi. Dengan membawa hati, kita pasti selalu bisa memberi nilai, manfaat kepada diri kita sediri maupun kepada orang lain. Dan sekaranglah saatnya kita menempatkan hati sebagai penasihat utama atas setiap tindakan dalam perjalanan mengarungi samudera kehidupan kita.
Orang-orang yang hatinya buta, tidak dapat melihat dampak merugikan yang ditimbulkan dari perilakunya yang buruk. Orang-orang yang hatinya tuli, tidak bisa mendengar jerit tangis orang lain yang menderita di sekitar kita. Dan orang-orang yang hatinya bisu, tidak mampu mengatakan bisik kebajikan bahkan sekedar kepada dirinya sendiri. Soooo...Betapa berbahaya jika manusia sampai membiarkan hatinya menjadi buta, tuli, dan bisu. Sebab jika sudah demikian, ia tidak akan malu lagi untuk melakukan apa saja, bahkan seburuk apapun itu.
Saudara-saudariku,
Cintakasih itu memang mudah dikatakan tetapi sulit dilaksanakan/dihayati dalam hidup sehari-hari. Fenomena yang ada: maraknya perceraian, aneka permusuhan antar pelajar/mahasiswa, kakak dengan adik atau adik dengan kakak, antar suku, ras maupun agama, dst..
Kita ingta peristiwa menarik di sekitar monas, kelompok FPI memukuli beberapa orang dari kelompok Ahmadiyah. Peristiwa itu memicu kemarahan dari beberapa kelompok. Sentiment dan fanatisme kelompok itulah yang sering menjadi topik pembicaraan di sekitar negara tercinta ini. Apa kata mereka yang melihat, mendengar atau membaca berita seperti itu? Apa reaksi atau komentar yang muncul? Biasa-biasa saja atau?
Mungkin karena sudah terlampau sering mendengar kabar permusuhan, pertikaian dan aniaya di koran, atau menyaksikan lewat pesawat televisi; peristiwa-peristiwa semacam itu, semuanya sudah menjadi biasa. Jadi, tidak lagi merasakan itu sebagai sesuatu yang perlu dipedulikan. Semuanya, biasa-biasa saja.
Namun tak sedikit orang yang setelah mendengar atau membaca berita itu, tiba-tiba saja merasakan matanya berkaca-kaca. Apakah orang yang seperti itu cengeng? Begitu seseorang merespon, memberontak dan melibatkan perasaannya dengan mereka yang menjadi korban. Orang akan dengan mudah merasa iba. Semakin ia melawan perasaan itu, semakin terang-terggambar dalam imajinasi suasana yang tengah terjadi pada peristiwa itu. Semakin kuat hati orang memberontak, semakin samar pandangannya oleh air mata yang meleleh di pipinya, kiri dan kanan.
SAudara-saudariku,
Sabda Tuhan Mrk 12:18b-34, Yesus mengajarkan hukum yang utama dan pertama yaitu: saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tenaga/kekuatan. Kita masing-masing adalah `buah kasih'. Oleh sebab itu kita bertemu dengan sesama atau siapapun, dimanapun dan kapanpun senantiasa di dalam kasih, sehingga saling mengasihi.
Orang yang tidak genap/utuh hati, jiwa, akal budi dan tubuh alias sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi/bodoh, sakit tubuhnya memang ada kesulitan dalam mengasihi.
Paulus dalam suratnya "Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu. Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal" (2Tim 2:9-10). Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada Timoteus ini layak menjadi permenungan atau refleksi kita.
Mungkin kita tidak harus mati `dibunuh', melainkan menghayati hidup, panggilan serta tugas perutusan kita dengan semangat melayani. Melayani siapa saja dengan rendah hati dan penuh cintakasih. Dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan tenaga/kekuatan kita melayani siapa saja. Sebagai `yang terpilih', kita hendaknya tidak mengecewakan Dia (Allah sendiri) yang telah memilih kita.
Satu hal yang dapat kita pelajari bahwa hati tidak boleh dibiarkan mati.
Hati Tuhan yang dibukakan bagi kita dalam sakramen Yang Mahakudus yang hadir di hadapan kita, mengajak kita diajak agar senantiasa membawa serta hati kita.
Bayangkan jika kita bisa membawa serta hati terhadap setiap pekerjaan yang kita lakukan. Pastilah, kita akan dengan tulus melakukan setiap pekerjaan. Dengan menyertakan hati ke dalam pekerjaan; pastilah kita bersedia melakukan segala hal terbaik, untuk orang-orang yang kita layani. Tidak akan pernah terlintas dalam pikiran kita untuk melakukannya dengan asal-asalan. Apalagi merugikan orang lain : menipu, menindas, memperdayai, menjerumuskan. TIDAK.
Dengan membawa hati kita, kita tidak hanya sekedar bekerja demi mendapatkan keuntungan pribadi. Dengan membawa hati, kita pasti selalu bisa memberi nilai, manfaat kepada diri kita sediri maupun kepada orang lain. Dan sekaranglah saatnya kita menempatkan hati sebagai penasihat utama atas setiap tindakan dalam perjalanan mengarungi samudera kehidupan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar